“Apa yang terjadi di Jawa Tengah Itu adalah sebuah sejarah pertama PDIP tumbang di kandang banteng sendiri dan ini akan mengubah karakter dan preferensi masyarakat Jawa Tengah 5 tahun ke depan,”
– Ahmad Khoirul Umam, Pengamat Politik
Provinsi Jawa Tengah selama ini dikenal sebagai markas simpatisan atau pendukung Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP). Partai itu kerap kali memenangkan pilkada ya ada di sana, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Misalnya, dal 15 tahun atau 3 periode kepemimpinan terakhir, provinsi beribu kota Semarang itu dipimpin oleh gubernur yang berasal dari PDIP, yakni Bibit Waluyojati (2008-2013) dan Ganjar Pranowo (2013-2023). Dalam Pemilu Legislatif 2024, PDIP juga menjadi partai pemenang di Jawa Tengah.
Namun, merahnya Jawa Tengah pada Pemilihan Gubernur 2024 nampaknya bisa dikalahkan. Pasangan yang diusung PDIP Andika Perkasa-Hendrar Prihadi kalah jauh dibandingkan pasangan rival yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM), Ahmad Luthfi-Gus Yasin.
Berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei, salah satunya Charta Politika, per 27 November 2024 pukul 16.30 WIB, Andika-Hendy mendapatkan suara 40,3 persen dan Luthfi-Yasin 59,7 persen. Selisih perolehan suara keduanya nyaris mencapai 20 persen.
Apakah ini berarti kandang banteng telah tumbang di Jawa Tengah?
Tumbangnya kandang banteng di Jawa Tengah rupanya terpantau oleh Pengamat Politik Ahmad Khoirul Umam.
Umam hadir dalam program Satu Meja The Forum edisi spesial pilkada bersama sejumlah narasumber lain.
“Apa yang terjadi di Jawa Tengah itu adalah sebuah sejarah pertama PDIP tumbang di kandang banteng sendiri,” kata Umam.
Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus menyatakan kekalahan PDIP di Jawa Tengah itu sebagai sesuatu yang tidak bisa ditolak.
“PDIP tumbang di kandang banteng, kalau melawan negara pasti tumbang,” kata Deddy.
Selain di Jawa Tengah, PDIP juga mengalami kekalahan, berdasarkan hasil quick count, di pemilihan gubernur provinsi lain di Pulau Jawa seperti di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Kekalahan PDIP di hampir seluruh provinsi di Jawa menurut Umam akan berdampak serius pada kontestasi Pilpres 2029, karena Jawa memiliki jumlah pemilih terbesar secara nasional, sekitar 100-150 juta orang.
“Terkait dengan konteks komposisi kemenangan, terutama Jawa, nanti implikasinya ke kontestasi di 2029 akan sangat signifikan. (Kekalahan PDIP) Ini akan mengubah karakter dan preferensi masyarakat Jawa Tengah 5 tahun ke depan,” jelas Umam.
Jika PDIP bisa solid maka kegagahannya bisa dipertahankan dan peluang memenangkan kontestasi di 2029 masih terbuka. Namun, jika dalam 5 tahun ke depan ada “operasi-operasi khusus” yang dilakukan oleh elemen instrumen negara, maka konstelasi politik PDIP bisa berubah signifikan.
Partisipasi “Partai Coklat” dalam Pilkada 2024
Deddy Sitorus menjelaskan Pilkada 2024 tidak hanya diikuti oleh partai-partai politik, namun juga Partai Coklat atau ia menyebutnya Parcok. Parcok merupakan istilah yang ia gunakan untuk menjelaskan keterlibatan instrumen-instrumen negara seperti TNI/Polri juga para ASN yang turut dikerahkan oleh kelompok politik tertentu.
“Darah tinggi naik, karena peserta pemilu itu bukan hanya partai-partai yang ada, ada partai coklat nih yang main. Jadi kita harus berterima kasih, karena pemenang pemilu ini sebenarnya Jenderal Sigit (Kapolri) dan Jenderal Tito (Mendagri) kalau menurut saya,” kata Deddy.
“Yang terjadi adalah mobilisasi besar-besaran instrumen kekuasaan negara baik itu polisi, baik itu ASN, baik itu kepala desa, lurah. Mereka ini kan digaji negara untuk menjalankan undang-undang dan peraturan, tetapi informasi yang kita terima dari seluruh penjuru negeri, terutama di sekitar 9 provinsi yang sangat penting, kalau saya tidak salah indikasi yang kami terima itu ya anak buahnya Pak Sigit Kapolri lalu anak buahnya Pak Tito itu PJ-PJ dan dinas-dinas itu,” lanjut dia.
Selain keterlibatan instrumen negara, Deddy juga mengatakan terjadi pembagian uang dan sembako. Temuan di Medan dan Deli Serdang, Sumatera Utara dimana beras 5 kg dan uang dibagikan secara masif. Beras yang dibagikan berinisial BN, Beras Nusantara. Baginya, inisial itu sangat terasosiasi dengan Bobby Nasution yang saat ini juga maju dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara.
Mahkamah Konstitusi pun senpat mengeluarkan putusan yang akan memidanakan para aparatur negara apabila ketahuan terlibat aktif dalam memengaruhi suara masyarakat.
Deddy melihat Pilkada kali ini berjalan aman, damai, tidak ada pertumpahan darah, bukan karena kehebatan aparat keamanan dalam menjalankan tugasnya. Melainkan karena kedewasaan yang sudah terbentuk di masyarakat sebagai pemilih dan partai politik sebagai peserta pemilu.
“Kita ini tidak ada keributan bukan karena hebatnya TNI Polri, tapi rakyat kita semakin dewasa, partai politik makin dewasa. Yang enggak dewasa ini yang punya kekuasaan, karena itu sangat telanjang dan rakyat silakan lihat di berbagai media sosial, di bawah bagaimana mereka bilang ‘suka-suka lu lah’,” ujar Deddy.
Ia pun mengimbau para pemenang pilkada di Banten, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara tidak usah sombong dan membusungkan dada atas kemenangannya.
Deddy mencontohkan bagaimana perolehan suara Airin di Banten anjlok derastis dibanding hasil survei sepekan sebelum hari pemilihan. Berdasarkan survei LSI Airin-Ade seminggu jelang 27 November 2024 memiliki elektabilitas sebesar 77 persen, rivalnya Andra Soni-Dimyati ada di kisaran 30 persen. Namun hasil hitung cepat Charta Politika untuk Pilkada Banten Airin hanya memeroleh 42,48 persen sementara Andra-Dimyati unggul di angka 57,52 persen.
“Secara logika politik kecuali ada kejadian luar biasa, orang waras enggak akan terima Airin bisa sampai segitu. Itu sangat tidak masuk akal. Siapa yang bergerak? Kalau yang kami terima ya itu tadi, Parcok itu,” ungkap Deddy.
“Nah di luar itu, saya kira persoalannya kalau menurut saya rusaknya ini karena yang digunakan itu tidak saja politik, tidak saja pengerahan aparatur negara, tetapi juga intimidasi dan ancaman,” lanjut dia.
Demokrasi Nyaris Mati
Ketua Umum PDIP sekaligus Presiden ke-5 RI Megawati Sukarno Putri menyampaikan sebuah pesan yang menyinggung soal matinya demokrasi di Indonesia. Berikut adalah isi pesan yang disampaikan Megawati:
“Saudara-saudara sekalian, demokrasi kini terancam mati akibat kekuatan yang menghalalkan segala cara. Kekuatan ini mampu menggunakan sumber daya dan alat-alat negara. Hal ini nampak di beberapa wilayah yang saya amati terus-menerus seperti Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, hingga Sulawesi Utara, dan berbagai provinsi lainnya. Di Jawa Tengah misalnya, saya mendapatkan laporan betapa masifnya penggunaan pejabat kepala daerah hingga mutasi aparatur kepolisian demi tujuan politik elektoral. Ini tidak boleh dibiarkan lagi, apa yang terjadi saat ini sudah di luar batas-batas kepatutan etika, moral, dan hati nurani. Karena itulah kepada seluruh simpatisan, anggota, dan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, serta seluruh rakyat Indonesia, saya serukan terus-menerus jangan pernah takut untuk menyuarakan kebenaran. PDI Perjuangan tidak akan pernah lelah berjuang bagi keadilan dan melawan berbagai bentuk intimidasi kekuasaan.”
Menanggapi pernyataan Megawati tersebut, Politisi Partai Gerindra Maruarar Sirait menyebut tingkat kepercayaan masyarakat terhadal Presiden Prabowo begitu tinggi, mencapai 85 persen. Begitu juga kepercayaan kepada kepolisian. Jika hal-hal seperti disampaikan Megawati benar-benar terjadi, maka rakyat tak mungkin diam.
“Jadi kalau melihat kepercayaan publik tinggi begini dan makin meningkat, dan Pilkada aman, kalau enggak aman enggak mungkin begini, kalau enggak jujur enggak mungkin begini, kalau enggak adil enggak mungkin begini,” kata Ara, sapaan Maruarar Sirait.
“Kita (KIM) di Jakarta sementara ini di bawah kok, terima kok, kalau kalah terima kok, apa kami demo-demo, marah-marah, enggak. Pak Prabowo bilang kita terima kalau memang kita kalah di Jakarta, kita terima begitu. Jadi enggak cari-cari alasan, memang di Jakarta situasinya begitu, kalau dua putaran kita kerja lagi,” lanjutnya.
Ia menjelaskan Prabowo sebagai Presiden menjaga soliditas tidak hanya dengan TNI dan Polri namun juga dengan segenap lapisan masyarakat.
“TNI kita menurut saya independen, betul-betul dia profesional. Polisi kita juga begitu, itu kita bisa rasakan. Kalau misalnya enggak, semua orang sudah bicara,” sebut Ara.
Selanjutnya, politisi Partai Amanat Nasional justru melihat terjadi banyak progres dalam praktik demokrasi di Indonesia. Meskipun ia sendiri tidak bisa menutup mata dengan adanya catatan-catatan yang perlu diperbaiki, salah satunya adalah permainan politik uang atau money politics.
“Kita rasakan bahwa Pemilu 2024 ini justru (terjadi) peningkatan. Praktik money politics itu terlihat sangat sangat jelas, itu saya kira salah satu PR kita. Tetapi saya melihat Pilkada serentak ini ada perkembangan yang baik, karena selama Pilkada berjalan kita tidak melihat adanya narasi-narasi yang sifatnya toksik, narasi-narasi yang memecah belah. Narasi yang sifatnya mendorong politik identitas itu sudah tidak ada lagi, jadi sudah perlahan (membaik) tetapi pasti. Memang ada banyak PR juga, tetapi peningkatannya terasa sekali,” ungkap Edi.
Terakhir, pidato Megawati juga ditanggapi oleh politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Hanif Dakiri. Ia sepakat dengan respons Edi Suparno, bahwa ada progres namun ada juga regresinya.
“Kalau kita mau fair dan jujur, satu memang soal liberalisasi politik yang kemudian berdampak kepada politik uang yang cukup masif. Sehingga ke depan ini tata pengaturan kita harus menjadi lebih baik, agar cost-nya lebih rendah,” sebut Hanif.
Poin kedua yang disampaikan Hanif adalah soal independensi instrumen negara yang mesti terus ditingkatkan. Sejauh ini masih didapati laporan adanya gerakan politik (gerpol) dari aparat yang menimpa kandidat pilkada di daerah tertentu.
“Demokrasi kita memang ada plus minusnya lah sampai hari ini. Ada hal-hal yang perlu kita apresiasi, tapi ada hal-hal yang memang harus kita perbaiki ke depan,” pungkasnya.