“…Indonesia akan diisi generasi baru yang punya pandangan berbeda dengan pendahulunya. Penduduk Indonesia mulai didominasi generasi berpendidikan tinggi, menguasai teknologi komunikasi, aktif bermedia sosial, dan terpapar dengan nilai-nilai global…”
Pengantar:
Pada tahun 2016, secara berseri saya menulis empat skenario Indonesia 2045. Serial tulisan itu saya turunkan dari hasil kajian Lemhannas yang saya perkaya dengan berbagai bahan.
Tema 100 Tahun Indonesia menjadi isu seksi dan dijadikan jargon di mana-mana. Itu mengingatkan saya dengan tema: Tinggal Landas pada era Orde Baru. Keduanya, ditanggapi sinis. Ada yang menyebut Indonesia Emas sebagai Indonesia Cemas. Pada era Orde Baru, Tinggal Landas diplesetkan menjadi ketinggalan di landasan.
Kini, di tahun 2024, politik seakan citra diri, memoles diri, memantas-mantaskan diri untuk popular dan meraih elektabilitas. Jarang muncul pemikiran besar, seperti apa Seratus Tahun Indonesia di era kecerdasan buatan, bagaimana nasib manusia di era kecerdasasan buatan. Dunia memasuki era post-human. Bagaimana wajah Indonesia ketika korupsi merajalela dan lingkungan hancur lebur. Hampir tak ada pikiran menerobos melihat Indonesia ke depan selain mengutak-atik aturan terkait usia.
Lembaga Ketahanan Nasional menyusun empat skenario Indonesia pada tahun 2045. Dokumen berisi empat skenario Indonesia 2045 itu telah disampaikan Gubernur Lemhannas Budi Susilo Soepandji kepada Presiden Joko Widodo dan dipaparkan ke pimpinan redaksi media massa beberapa waktu lalu.
Dokumen skenario itu tahun lalu telah disampaikan kepada Presiden Jokowi,” kata Budi Susilo Soepandji kepada Kompas, Minggu (14/2) di Jakarta.
Dalam pengantarnya, Budi menegaskan, ”Lemhannas berkepentingan terhadap kondisi NKRI pada tahun 2045 tersebut karena keberadaan dan integritas bangsa Indonesia merupakan fokus perhatian Lemhannas.”
Kemampuan imajinasi manusia membayangkan situasi dan kondisi 30 tahun kemudian tidak mudah. Banyak faktor yang memengaruhi dan menentukan masa depan. Jumlah cadangan energi fosil berkurang dan lahan pertanian tak kunjung bertambah. Jumlah penduduk Indonesia pada 2045 menurut Lembaga Demografi diperkirakan 321,85 juta. Adapun menurut proyeksi Population Reference Bureau, jumlah penduduk Indonesia menjadi 365 juta tahun 2050 atau 350 juta pada 2045.
Menurut Sekretaris Utama Lemhannas Komjen Suhardi Alius, Lemhannas menyusun skenario Indonesia 2045 dengan melibatkan narasumber lintas profesi. Ada birokrasi, pengusaha, peneliti, gubernur, hingga bupati/wali kota di Jakarta dan di daerah.
Salah seorang penulis skenario Indonesia 2045, Panutan S Sulendrakusuma yang juga ketua tim, saat bertemu dengan pemimpin redaksi di Gedung Lemhannas mengatakan, skenario disusun menggunakan orientasi transformatif. Skenario bukanlah proyeksi atau target. Skenario adalah kisah tentang apa yang mungkin terjadi di masa depan. Skenario dibentuk bukan hanya untuk lebih memahami masa depan, melainkan lebih dari itu, yaitu untuk memengaruhinya.
”Skenario bukanlah perencanaan,” kata Budi Soepandji.
Masih ada 29 tahun Menuju Indonesia 2045. Jika regularitas pemilu terjaga, tetap lima tahun sekali sebagai pertanda kian matangnya demokrasi, masih akan ada enam pemilu lagi menuju Seabad Republik Indonesia.
Menurut catatan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Yudi Latif dalam curah pendapat diskusi di Kompas, menapaki Indonesia 2045 dunia akan dihadapkan pada dua fundamentalisme, yakni fundamentalisme pasar dan fundamentalisme agama.
”Keduanya merupakan dua sisi dari koin yang sama, globalisme triumphalist yang berlomba menaklukkan setiap jengkal dunia hidup atas dasar hegemoni penunggalan agama dan pasar,” tulis Yudi Latif dalam makalah Revitalisasi Pancasila di Tengah Dua Fundamentalisme.”
Dengan menggunakan skenario transformatif, ada empat skenario yang dikembangkan Tim Lemhannas, yakni Skenario Mata Air, Skenario Sungai, Skenario Kepulauan, dan Skenario Air Terjun.
”Lemhannas tidak punya preferensi skenario mana yang akan terjadi, tetapi semuanya butuh antisipasi,” kata Budi Soepandji.
Skenario Mata Air
Dalam Skenario Mata Air, pada tahun 2045, Lemhannas memproyeksikan Indonesia akan diisi generasi baru yang punya pandangan berbeda dengan pendahulunya. Penduduk Indonesia mulai didominasi generasi berpendidikan tinggi, menguasai teknologi komunikasi, aktif bermedia sosial, dan terpapar dengan nilai-nilai global. Mereka adalah generasi baru yang berasal dari keluarga biasa yang sudah terpisah jauh dari generasi pendahulu masa kemerdekaan Indonesia. Menurut kelompok ini, mempertahankan kesatuan NKRI harus lebih didasarkan pada prinsip integrasi fungsional dibandingkan integrasi historis.
”Generasi inilah yang akan menempati posisi penting di bidang politik, birokrasi, bisnis dan ormas. Ide tentang cara berindonesia yang baik berbeda dengan ide generasi pendahulunya. Ini harus diantisipasi,” kata Dr Panutan.
Suhardi menambahkan, generasi ini menghargai prinsip demokrasi dan keadilan sosial. Mereka terbiasa mengkritik kekuasaan secara lugas. Setiap ketidakadilan akan dilawan melalui ormas dan kekuatan politik.
Dalam Skenario Mata Air, kebijakan publik masih diwarnai percampuran kepentingan bisnis dan politik yang menyebabkan suhu politik meningkat. Di tingkat daerah, kualitas institusi dan sumber daya manusia yang belum merata menyebabkan tidak saja sering terjadi korupsi, tetapi juga menimbulkan gesekan sosial antara putra daerah dan pendatang sebagai akibat persaingan untuk memperoleh akses sumber daya ekonomi. Ketimpangan antardaerah masih terjadi sehingga aspirasi memisahkan diri kadang masih terdengar.
Dalam Skenario Mata Air yang terfokus pada manusia, Indonesia tahun 2045 jadi lebih sejahtera dengan adanya penyebaran pusat pertumbuhan, meskipun dinamika politik di tingkat pusat akibat persinggungan politik kepentingan bisnis, politik, dan birokrasi masih tinggi. Ketimpangan antardaerah terjadi sehingga memunculkan gesekan sosial, termasuk aspirasi pemisahan diri.
(BUDIMAN TANUREDJO/Kompas 15 Februari 2016)
Leave a Reply