“Mungkin ini ada yang di daerah. Di daerah mungkin banyak yang saya tahu dan saya dengar kan daerah-daerah banyak juga mengeluh. Tapi apakah berani mereka berani melawan, saya kira tidak juga. Artinya jujur ini jadi multi interpretasi yang menurut saya seharusnya Presiden tidak usah menggunakan istilah-istilah seperti itulah,”
—Wakil Ketua Komisi XIII DPR-RI, Andreas Hugo Pareira
Efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Presiden Prabowo berdampak pada hampir 100 kementerian dan lembaga pemerintah. Meski bertujuan baik, namun layaknya kebijakan, pasti ada pihak yang mendukung, ada pula yang melawan.
Hal ini disampaikan sendiri oleh Presiden Prabowo dalam pidato sambutannya di Kongres XVIII Muslimat NU (10/2/2025). Bahkan, Prabowo menyebut pihak yang menolak itu merasa sudah kebal hukum, merasa menjadi raja kecil. Berikut adalah sepenggal pernyataan dari Prabowo Subianto terkait hal itu:
“Saya melakukan penghematan, saya ingin pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, pengeluaran-pengeluaran yang mubazir, pengeluaran-pengeluaran yang alasan untuk nyolong, saya ingin untuk dihentikan, dibersihkan. Ada yang melawan saya, ada. Dalam birokrasi merasa sudah kebal hukum, merasa sudah menjadi raja kecil, ada. Saya mau menghemat uang, uang itu untuk rakyat, untuk memberi makan untuk anak-anak rakyat, saya ingin memperbaiki semua sekolah Indonesia…“
Pengamat Politik Ahmad Khoirul Umam mengaku harus berhati-hati menanggapi pernyataan Presiden tersebut, karena cukup spekulatif.
Jika yang dimaksud dengan melawan adalah membangkang terhadap perintah Presiden, Umam tidak menemukan alasan ada pihak di birokrasi yang bisa dan berani melawan kebijakan tersebut, karena sudah terbit Instruksi Presiden (Inpres).
“Kalau misal itu tidak ada, bisa saja itu adalah sebuah makna metaforik yang diajukan oleh Presiden untuk menggambarkan bahwa memang ada elemen yang tidak suka terhadap kebijakan itu, tetapi hal (penyebutan raja kecil) itu dilakukan sebagai sebuah pola komunikasi dari Presiden untuk melakukan penciptaan, jadi cipta kondisi untuk mengonsolidasikan basis dukungan publik,” jelas Umam dalam Satu Meja The Forum KompasTV (12/2/2025).
Apabila benar ada birokrat yang melawan kebijakan Presiden, maka Umam menyarankan Prabowo sebagai pemegang otoritas kekuasaan tertinggi untuk menertibkannya.
Namun, jika melawan yang dimaksud adalah tidak setuju dan dikemukakan dalam bentuk dialog, maka pemerintah juga harus menyediakan ruang untuk mendengarkan dan mempertimbangkan alasan-alasannya.
Belum terpecahkan siapa sosok raja kecil yang kejam hukum itu, Budiman Tanuredjo selaku pembawa acara dalam program teraebut kemudian menanyakannya kepada Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Prita Laura. Sayangnya, ia juga tidak bisa menjelaskan siapa orang yang dimaksud oleh Presiden.
“Saya bukan pengamat yang bisa menyampaikan seperti Mas Umam, saya stafnya presiden, jadi saya hanya bisa menyampaikan apa yang Presiden sampaikan. Selama presiden tidak menyebutkan secara spesifik, tentunya saya tidak bisa menyebutkan,” ujar wanita yang akrab disapa Lulu itu.

Kantor Komunikasi Kepresidenan mengibaratkan kebijakan efisiensi anggaran adalah memotong “lemak-lemak” yang menggelayut dalam anggaran kementerian lembaga, bukan memangkas otot-otot yang mendukung kinerja.
Dalam hal itu, akan terjadi perubahan perilaku juga disiplin yang tentu tak sekali jadi, namun membutuhkan proses.
“Di perubahan perilaku disiplin ini tentunya butuh proses, tidak mudah tentunya, ada yang salah menafsirkan, ada yang melihatnya sebagai sesuatu yang memberatkan, tapi perintah Presiden sudah jelas bahwa pelayanan pegawai tetap tidak boleh terganggu,” kata Lulu.
Kini, sudah saatnya kementerian dan lembaga memandang anggaran dengan kacamata outcome atau hasil, bukan outpun atau besaran yang diterima.
Jika semula fokus pada menyerap sebesar-besarnya anggaran yang dialokasikan, kini saatnya untuk mengubah pola pikir menjadi fokus pada seberapa besar hasil yang didapat dengan penggunaan anggaran yang ada.
Masih terkait raja kecil yang disebutkan Prabowo, Wakil Ketua Komisi XIII DPR-RI Andreas Hugo Pareira menduga pihak yang dimaksud ada di lingkup pemerintahan daerah.
“Mungkin ini ada yang di daerah. Di daerah mungkin banyak yang saya tahu dan saya dengar kan daerah-daerah banyak juga mengeluh. Tapi apakah berani mereka berani melawan, saya kira tidak juga. Artinya jujur ini jadi multi interpretasi yang menurut saya seharusnya Presiden tidak usah menggunakan istilah-istilah seperti itulah,” ungkap Andreas.
Dalam hal efisiensi anggaran ini, Andreas memandang Presiden harus berbicara secara tegas, apa maksudnya, apa yang harus dilakukan, bagaimana implementasinya, dan sebagainya.
Ketika pemerintah melakukan koreksi anggaram bahkan sampai ke satuan ke-9, Andreas memaklumi jika banyak pihak yang merasa kepentingan dan kenyamanannya terganggu. Bukan rahasia lagi, selama ini banyak pihak yang kerap memanfaatkan anggaran negara di kementerian atau lembaga negara untuk kepentingan pribadi. Misalnya dengan melakukan mark up anggaran belanja atau perjalanan dinas.
Dampak
Efisiensi anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo disebut bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak uang untuk kebutuhan rakyat. Misalnya untuk memperbaiki bangunan sekolah, merealisasikan pemeriksaan kesehatan gratis, juga melaksanakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi janji politik pemerintahan Prabowo-Gibran.
Namun pada kenyataannya, banyak dampak ikutan yang muncul akibat pemangkasan anggaran ini. Misalnya sejumlah pegawai RRI dan TVRI yang di-PHK, dengan dalih efisiensi. Kemudian pembatasan penggunaan lampu, AC, dan lift di sejumlah kantor kementerian. Juga efek domino dari pengurangan perjalanan dinas yang menyebabkan penurunan omset pengusaha hotel, UMKM, penyedia jasa transportasi, dan sebagainya.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengingatkan pemerintah agar selalu memperhitungkan multiplayer effect sebelum memutuskan memotong anggaran tiap pos belanja di kementerian atau lembaga.
“Kalau kita lihat memang masih banyak program-program yang tidak follow the money. Ada program-program yang memang balelo yang dia membutuhkan uang harusnya kecil tapi besar, dan itu memang ada “lemak” di situ (layak dipangkas),” kata Huda.
Namun sebaliknya, pada program yang bermanfaat bagi masyarakat luas, pemerintah semestinya tidak mengurangi anggarannya. Huda mencontohkan penghematan di Kementerian Pekerjaan Umum terkait pembangunan irigasi. Padahal, keberadaan irigasi yang baik sangat penting bagi lahan pertanian yang pada muaranya bisa mengantar Indonesia pada ketahanan pangan.
“Sebenarnya dampak-dampak seperti ini yang harus dilihat dan dipelototin satu-satu sama pemerintah efek multiplayernya seperti apa,” ujarnya.
“Pertanian ketika dia irigasinya tidak ada yang terjadi adalah petani kita mau berproduksi lewat apa, irigasi enggak ada, air juga susah dan sebagainya, yang ada adalah ketahanan pangan tidak akan tercapai,” imbuh Huda.
Sebaliknya, jika efisiensi yang dilakukan pemerintah diarahkan pada evaluasi proyek infrastruktur yang tidak bermanfaat bagi rakyat dan justru menimbulkan kerusakan lingkungan, misalnya IKN dan PSN-PSN, maka itu harus didukung semua pihak.

MBG Menggerakkan Ekonomi Rakyat atau hanya Pertukaran Pemain?
Presiden Prabowo sudah mengatakan, salah satu tujuan efisiensi anggaran negara adalah untuk memuluskan program makan bergizi gratis yang diyakini mendatangkan banyak manfaat, baik bagi siswa, orangtua siswa, termasuk masyarakat pelaku usaha terkait. Misalnya pemilik catering, pemasok bahan makanan, para pekerja di dalamnya, dan sebagainya.
Hal itu juga kembali ditegaskan oleh Lulu selaku juru bicara Presiden, bahwa MBG akan memutar roda perekonomian masyarakat di seluruh negeri.
“Di dalam program makan bergizi gratis, dalam satu dapur saja setidaknya saya melihat rata-rata 50 orang yang bekerja di sana. Ini baru satu rantai, belum lagi suplainya 3.000 porsi setiap hari, ada suplai ayam, ada suplai telur, ada suplai nasi, ada suplai sayur, sampai proses pengantarannya, sampai kepada pengolaan sampahnya. Ini semua adalah kesempatan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi satu ekonomi kerakyatan, rantai ekonomi bergerak semua,” jelas Lulu.
Berbeda dengan Pemerintah yang menganggap MBG berperan menggerakkan perokonomian rakyat, Celios justru melihatnya sebagai shifting alias hanya terjadi pertukaran pemain.
“MBG memang kalau kita lihat tadi menyerap tenaga kerja dan sebagainya, menyerap dari sisi supplier dan sebagainya, tapi jangan lupa ini adalah shifting, yang tadinya mereka makan ini tidak gratis dari pemerintah. Dapat MBG atau tidak mereka tetap makan kan sebenarnya.
Jadi, uang yang semula dibelanjakan masyarakat untuk makan siang, kini sudah dipenuhi oleh pemerintah. Pertanyaannya, uang untuk makan siang yang tidak dibelanjakan tadi apakah akan dibelanjakan ke sektor lainnya? Huda meragukannya.
“Saya rasa ragu tentang itu, karena kalau kita lihat sebenarnya MBG ini kalau kita hitung dengan ada penganggaran ataupun realokasi anggaran dari mata anggaran lainnya dampaknya cuma 0,06 persen dari pertumbuhan ekonomi. Sangat minim sekali,” papar Huda.
Leave a Reply