“Enggak cukup hanya pidato dan memberi arahan, yang penting bagaimana kemudian tindakan beliau, instruksi-instruksi Pak Presiden kepada jajaran yang membantu Presiden, para Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, itu kan yang penting,”
– Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK
Korupsi telah menjadi penyakit bangsa yang mengakar, kompleks, dan sukar dilenyapkan. Banyak orang mengatakan butuh pemimpin tegas, berani, berkomitmen tinggi, untuk bisa mengatasi korupsi. Mencuri uang negara bukan hanya soal tindak kriminal, tapi cacat moral yang urgen untuk segera dibenahi.
Presiden Prabowo, dalam beberapa kesempatan di awal masa jabatannya berulang kali menyampaikan retorika keras terkait betapa ia gerah dengan korupsi. Korupsi adalah masalah yang menyebabkan Indonesia sulit maju, terus terseok demi menjadi bangsa yang sejahtera.
Kita masih ingat bagaimana Prabowo berpesan kepada para ketua partai untuk tidak menugaskan kadernya yang masuk ke dalam kabinet mencuri uang APBN. Atau ketika Prabowo dengan lantang mengatakan akan terus mengejar koruptor sekalipun sampai ke Antarktika.
Atas retorika yang ditampilkan Presiden, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata secara jujur mengatakan ia menyimpan harapan akan adaya perbaikan pemberantasan korupsi di Indonesia di bawah bendera rezim pemerintahan Prabowo.
“Saya melihat Presiden Prabowo sudah menyampaikan persoalan besar yang dihadapi bangsa ini, artinya paling tidak ada harapan dari kita bahwa dia punya komitmen untuk menyelesaikan masalah itu. Jadi enggak hanya ngomong tentang persoalan korupsi, tetapi dia menyadari ada persoalan besar negara ini menyangkut korupsi,” kata Alex dalam wawancara di podcast Back to BDM di kanal YouTube Budiman Tanuredjo.
Meski begitu, ia berharap akan ada tindak lanjut yang nyata dari Presiden terkait Pemberantasan korupsi untuk menyempurnakan retorikanya.
“Enggak cukup hanya pidato dan memberi arahan, yang penting bagaimana kemudian tindakan beliau, instruksi-instruksi Pak Presiden kepada jajaran yang membantu Presiden, para Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, itu kan yang penting,” ujar Alex.
Dengan demikian, jika ada pihak yang menjadi saksi atau bahkan tersangka korupsi dari lembaga-lembaga penegak hukum itu, tidak akan ada lagi yang bersembunyi karena merasa terlindungi. Presiden telah menyampaikan instruksi, pimpinan lembaga pun akan senantiasa mengikuti.
Menurut Alex, KPK tidak memiliki kemampuan atau keberanian untuk menangkapi orang hingga di daerah-daerah, tanpa adanya bantuan dan dukungan dari petinggi-petinggi lembaga, khususnya di Pusat.
“Omong kosong KPK dengan gagah berani akan turun ke daerah mencari orang-orang itu, dan ketika kita tahu nanti yang akan kita hadapi siapa, itu persoalannya,” sebut Alex.
Jadi, bantuan pemimpin tertinggi atau pemimpin pusat sangat dibutuhkan di sini. Dan Presiden Prabowo dianggap cukup menjanjikan untuk hal ini. Sekali lagi, dilihat dari retorika yang disampaikan dalam pidato-pidatonya.
“Untuk sementara dari pernyataan-pernyataan beliau kita berharap dia akan bertindak tegas. Dan saya pikir ayahanda beliau, Pak Sumitro jauh-jauh hari kan sudah menyampaikan bahwa kebocoran anggaran itu 30 persen dan itu masih terjadi sampai sekarang, belum selesai. Nah ini beliau punya kesempatan untuk memperbaiki itu 5 tahun ke depan,” kata pria 57 tahun itu.
Berhasil atau tidaknya pemberantasan korupsi 5 tahun ke depan sangat bergantung dengan tekad dan keberanian Prabowo. Demikian pula dengan harapan yang dimiliki Alex, apakah akan terpenuhi atau justru berakhir dengan kekecewaan, semua kembali pada langkah yang akan diambil Presiden.
Prabowo Harus Apa?
Agar retorika Prabowo tak hanya berakhir sekadar kata-kata, maka Prabowo perlu membuktikannya dengan tindakan nyata.
Alex menyebut salah satu yang perlu dilakukan Prabowo adalah sebagaimana Lee Kwan Yew, mantan Perdana Menteri Singapura menjadikan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) sebagai satu-satunya lembaga yang diberi kewenangan memberantas korupsi.
CPIB semula adalah Anti Corruption Branch (ACB) yang ada di bawah institusi kepolisian Singapura, Singapore Police Force (SPF) kemudian oleh Yeew dikeluarkan dengan ditambahkan personel, anggaran, juga kewenangannya menjadi CPIB.
“Kenapa KPK tidak menjadi satu-satunya lembaga yang diberi kewenangan itu, (kenapa) masih memberi kewenangan Kejaksaan dan Kepolisian, hanya ditambahkan itu tadi kan kewenangan KPK melakukan koordinasi, supervisi yang menurut saya sampai sekarang itu agak belum optimal, belum maksimal dilakukan,” ujar Alex.
Hal lain, Presiden diminta membuat pernyataan atau perintah apabila ada perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, maka KPK yang akan menanganinya, bukan lembaga lain. Ini agar tidak menimbulkan kebingungan atau gesekan-gesekan antar lembaga penegak hukum yang sama-sama diberi kewenangan untuk menangani perkara korupsi.
“Dari sisi kepolisian dan kejaksaan ketika mereka menemukan anak buahnya, stafnya melakukan korupsi, karena diperintah Presiden, dia akan menyerahkan ke KPK, jadi bersih-bersih gitu kan,” ujar Alex yang sudah bergabung di KPK sejak 2015 itu.
Soal independensi KPK dari intervensi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang saat ini sudah dijamin Undang-Undang, menurut Alex juga perlu diperkuat dengan dukungan politis dari penguasa.
“Dukungan politis ya harus jelas dong bentuknya, jangan sekedar ucapan tapi harus ada produk hukum yang membuat KPK itu independen. Misalnya tadi, penegak hukum perkara yang melibatkan penegak hukum (harus)KPK yang menangani, enggak bisa yang lain, harus KPK,” sebut dia.
Soal kepercayaan publik pada lembaga yang dipimpinnya, menurut Alex, adalah sebuah kesalahan ketika publik menaruh harapan terlalu tinggi pada KPK atau para pimpinan KPK. Sekuat apapun integritas pimpinan KPK, sebersih apapun pribadinya, jika staf di bawahnya tidak memiliki integritas yang sama, atau tidak ada dukungan dari pihak eksternal, maka penegakan hukum yang berkualitas tidak bisa dipastikan terjadi.
“Taruhlah KPK sepenuhnya bekerja integritas semuanya, tetapi tanpa dukungan dari pihak-pihak lain, stakeholder yang lain, kita hanya jadi pemadam kebakaran aja, tek tek tek, sudah selesai,” sebut Alex.
Ia mencontohkan penanganan perkara di daerah, dengan fakta KPK hanya ada di Jakarta, maka ia berharap akan ada sinergi dengan aparat di daerah. Sayangnya, tidak semua aparat daerah itu mau bertindak, padahal korupsi nyata-nyata banyak terjadi di daerah, jumlahnya pun tidak kecil.
Alasannya, ada sebagian dari aparat daerah yang terikat dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), mendapat fasilitas dari pemerintah daerah seperti rumah atau kendaraan dinas, dan sebagainya. Hal-hal itu bisa membuat para aparat merasa sungkan, sekalipun mereka mengetahui ada kejahatan yang terjadi.
“Ya kan bisa mereka koordinasi dengan KPK, biar nanti KPK yang melakukan penindakan, tapi kan enggak juga,” tegas Alex.
Leave a Reply