Bernada Rurit/BDM
Sahabat saya, Bernarda Rurit, penulis buku biografi, “Tentara Kok Mikir” mengirim pesan WhatsApp kepada saya. Ia menulis. Ada anomali di Pilkada Temanggung. Menarik. Saya sendiri belum memonitor pilkada di berbagai daerah. Terlalu fokus pada pilkada di Pulau Jawa, khusus Jakarta, Jawa Tengah, dan Banten. Di tiga provinsi itu, berbagai “kejutan”, ketegangan terjadi.
Rurit kemudian mengirim cerita lebih lengkap soal Temanggung. Atas izinnya, tulisan Rurit saya turunkan di backtobdm.com. Demikian tulisan Rurit:
Pilkada Temanggung 2024 adalah anomali bagi perjalanan demokrasi negeri ini. Selayaknya, hasil Pilkada ini menjadi renungan bersama dan menjadi sorotan bagi kita semua. Agus Setyawan, seorang mantan Kepala Desa (Kades) Campurejo, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung, justru meraih kemenangan signifikan.
Agus adalah Kades berprestasi. Selama 16 tahun menjadi Kepala Desa Campurejo, ia berhasil membangun desa mulai dari infrastruktur hingga mengentaskan kemiskinan. Tak sampai di situ, Agus juga menjadikan Desa Campurejo sebagai Desa Siber pertama di Jawa Tengah, yang diresmikan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo pada tahun 2015.
Di tengah karut marut perpolitikan di Indonesia yang begitu suram, Temanggung adalah oase. Oase bahwa tak selamanya bantuan sosial dan “serangan fajar” menjadi pemenang. Di berbagai tempat, kita mengelus dada, ketika rakyat dibutakan oleh Rupiah sesaat, tanpa berpikir panjang bahwa lima tahun ke depan nasib mereka dipertaruhkan.
Di Temanggung, kota kecil di bawah kaki Gunung Sumbing yang adem, rakyat tak tunduk pada uang dan kekuasaan. Takzim untuk warga Temanggung. Sebuah oase bagi perjalanan demokrasi Indonesia. Kemenangan ini dianggap sebagai anomali, mengingat sejumlah faktor yang tidak menguntungkan baginya.
Sebelumnya, hasil survei Archy Research and Strategy pada 17 November 2024, Agus hanya memeroleh elektabilitas sebanyak 21,1 persen, jauh di bawah bupati petahana pasangan Muhammad Al Khadziq dan Bimo Alugoro sebesar 38,2 persen. Agus Setyawan dan Nadia Muna (dokter gigi), diusung oleh PDIP, Hanura, PKS, dan PPP.
Pesaing lainnya ialah wakil bupati petahana, Heri Ibnu Wibowo dan Fuad Hidayat (kader PKB), didukung PKB, Gerindra, dan Demokrat, serta partai non-parlemen PSI. Pasangan terakhir adalah bupati petahana Muhammad Al-Khadziq dan Bimo Alugoro, pengusaha tambang dan SPBU sekaligus anak mantan Kapolda Kalimantan Timur Irjen Pol (Purn.) Andayono. Pasangan calon ini didukung oleh Partai Golkar, PAN, dan Partai Nasdem.
Kemenangan Agus Setyawan menunjukkan bahwa dalam politik, segala sesuatu mungkin terjadi. Agus, diketahui adalah calon bupati Temanggung berbiaya rendah, harus melawan kenyataan politik Indonesia kini. Mengingat adanya banjir bansos dan “serangan fajar” menjelang pemilihan di berbagai titik.
Agus, hanya seorang mantan kepala desa yang dalam kontestasi pilkada temanggung tak diperhitungkan, melawan wakil bupati petahana (Heri Ibnu Wibowo) yang didukung oleh Prabowo Subianto dan Muhammad Luthfi (cagub Jateng). Tak hanya itu, ia juga melawan bupati petahana (Muhammad Al Khadziq), yang wakilnya kaya raya, dan didukung oleh Presiden Indonesia ketujuh, Joko Widodo. Keduanya sowan ke kediaman Jokowi di Sumber, Banjarsari, Solo, Rabu (6/11/2024), dan banyak diliput oleh media-media nasional. Videonya pun tersebar luas, salah satunya di akun Tiktok @sedulurhb.
Namun, Agus tak sedikitpun gentar. Kenyataannya, dilansir dari
perhitungancepat2024.temanggungkab.go.id, per tanggal 28 November 2024, Agus Setyawan dan Nadia Muna meraih 46,64 persen (230.071 suara). Dua paslon lainnya, Heri Ibnu Wibowo dan Fuad 40,42 persen (199.374), dan Muhammad Al Khadziq dan Bimo Alugoro 12,94 persen (63.833 suara).
Praktis, sejak pasca reformasi, dan diadakan pemilihan langsung, tak ada petahana memenangkan pesta demokrasi pilkada langsung Temanggung. Dari tahun 2008, petahana Muhammad Irfan yang berpasangan dengan M Setyo Adji kalah dengan pasangan Hasyim Afandi dan Budiarto. Lantas, pilbup tahun 2013, wakil bupati petahana, Budiarto, yang berpasangan dengan Dedi Hariyadi, kalah dengan pasangan Bambang Sukarno dan Irawan Prasetyadi.
Tahun 2018, di pilkada Temanggung, petahana kembali kalah. Petahana bupati Bambang Sukarno yang berpasangan dengan Matoha, kalah dengan pasangan Muhammad Al Khadziq dan Heri Ibnu Wibowo. Kontestasi Pilkada Temanggung tahun 2024 lebih semarak lagi. Seorang mantan Kepala Desa, menantang pesaing yang keduanya adalah petahana bupati dan wakil bupati. Agus Setyawan menang, layaknya tarung bebas yang tak imbang, lawan keduanya petahana yang didukung oleh penguasa dan mempunyai “amunisi”. Namun, Agus menaklukkan pesaing-pesaingnya.
Kemenangan Agus Setyawan adalah sebuah anomali di kancah perpolitikan Indonesia kini. Menjadi bukti bahwa tak selamanya dukungan penguasa dan dana tak terbatas memenangkan kontestasi politik. Pilkada Temanggung merupakan sebuah fenomena menarik yang patut dipelajari lebih lanjut. Studi kasus di Kabupaten Temanggung ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu politik. Utamanya dalam memahami perilaku pemilih dan dinamika pemilihan umum. (budiman Tanuredjo)
Leave a Reply