Budiman Tanuredjo
Sebuah pesan WhatsApp masuk ke telepon genggam saya, Selasa sore. Pesan itu datang dari Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid. Berbeda dengan pesan-pesan sebelumnya yang sangat kental dengan isu berat seperti hak asasi manusia, demokrasi, korupsi, konstitusi, abuse of power, kali ini lebih membahagiakan. Usman membuka gerai pizza.
Halo Mas BDM,
Semoga selalu dalam keadaan sehat. Saya mau mengabari bahwa saya sedang membuka toko pizza. Namanya Usmano’s Pizzasia. Usul nama dan desain nama tersebut dari anak pertama. Saya mau undang ke acara syukuran sambil menikmati musik di sana. Musiknya ada Efek Rumah Kaca, Fajar Merah, dan band saya sendiri.
Kenapa Pizza? Sekadar info saja, berawal saat belajar hak asasi manusia selama satu semester di Columbia University, saya suka beli slice pizza buatan Imigran Itali. Tokonya kecil ga bisa duduk. Jadi take away. Harganya ga mahal. Mungkin karena saat itu Pizza masih street food, tapi sekarang berevolusi macam-macam.
Lokasinya di @sentrakulinerbogor_ Kenapa Bogor? Yah karena ga sanggup di Jakarta. Mahal Mulai dari sini dulu saja. Saya orang Bogor, rumah keluarga di Bogor, saya suka hujan dan suka makanan Bogor.
Selain itu, saya suka usaha. Dari bantu ayah di toko material, jual sepatu di sekolah, sewa alat musik studio saat kuliah. Jual kaos usai pensiun dari organisasi KontraS. Semua bukan kuliner. Belum sukses. Justru kerap gagal. Tapi jatuh itu pembelajaran penting. Saya ingin coba bangkit lagi. Semoga berhasil.
Sekian dulu. Tidak masalah jika sibuk. Do’akan saja ya!
***
Kabar itu menggembirakan bagi saya. Bagi saya itulah wajah lain dari Usman Hamid. Usman termasuk setia berkegiatan di jalur kering, jalur aktivisme. Sebagian dari rekan perjuangan Usman, sudah berpindah jalur. Masuk menjadi bagian dari kekuasaan yang memang memukau, menggentarkan dan memabukkan. Tapi Usman memilih jalur lain. Wirausaha.
Kamis sore saya meninggalkan Jakarta menuju Bogor. Beruntung jalan tak terlalu macet. Saya tiba di Pusat Kuliner Bogor saat hujan baru reda. Pusat Kuliner yang biasanya sepi tampak ramai. Susah untuk mencari parkir mobil. Saya berjumpa dengan Usman dan mengucapkan selamat padanya atas usaha barunya di lantai 2 Pusat Kuliner Bogor.
Ia bercerita menyewa kios kecil senilai Rp5 juta pertahun dan harus dibayar per lima tahun. Ia meracik sendiri resep piza yang diberi nama Pizazia. Gerai itu mempekerjakan empat karyawan. “Ini masih besar pasak daripada tiang,” ujar Usman sambil tertawa. Ringan.
Anak-anak muda berkumpul lesehan di depan gerai miliknya sambil menikmati music band Efek Rumah Kaca. Fajar Merah punya fans tersendiri di kalangan anak muda. Usman pun tampil sebagai vokalis bersama The Blackstones. Lirik lagunya sarat dengan kritik sosial. Salah satunya Sakongsa yang diciptakan ketika kasus Ferdy Sambo meledak. “Sa kong sa” dalam bahasa mandarin berarti 303. Dalam KUHP pasal 303 dalah pasal perjudian.
Sa kong sa
Sa kong sa
Sa Kong sa
Apakah kuasa Cenderung berdusta
Apakah kuasa Kan selalu berpeluh dosa
Apakah benar salah
Begitu tak nyata bedanya
Apakah tenar dan kuasa
Tlah membuatmu jadi dewa
sa kong sa
sa kong sa
sa kong sa
Aku angkatan muda
Bersenjata pangkat kuasa ekstra
Aku putor harta-harta
Bandar narkoba
bandar perkara
Bandar bandar segala
Atas nama negara
Aku bisa jadi kaya
Atas nama negara
Aku bisa foya-foya
Jiwa aktivisme tak bisa lepas dari jiwa Usman. Vokalis The Blackstones menyanyikan lagu-lagu yang sarat dengan kritik sosial. Sejumlah aktivis di pergerakan masyarakat sipil hadir seperti mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin bersama istri dan Sandra Hamid dan sejumlah aktivis lain yang tak sempat saya jumpai.
Meski acaranya adalah syukuran pembukaan gerai Pizazia, obrolan politik, termasuk soal demokrasi, tak terhindarkan. Meski tak bisa disimpulkan, obrolan itu bersepakat bahwa demokrasi kita dalam bahaya. Jauh dari matang.
Usman menutup lagu “Sa kong sa”
Ungkapkan kebenaran
Bentangkan keadilan
Ungkapkan kebenaran
Bentangkan keadilan
Malam mulai larut. Saya meninggalkan Pusat Kuliner Bogor dengan sejumlah harapan agar gerai Piza Usman Hamid berkembang sehingga Usman tetap setia bergerak di jalur aktivisme masyarakat sipil untuk memasuki lorong suram demokrasi.***
Leave a Reply