3 Hakim PN Surabaya yang Vonis Bebas Ronald Tannur Dipastikan Langgar Etik Berat

“…berdasarkan keterangan dari pelapor, dalam hal ini keluarga korban Dini Sera Afrianti, juga pihak penasiat hukum, dan juga saksi-saksi yang kita periksa termasuk dari terlapornya, itu memang ada kayak semacam mismatch antara apa yang diputuskan dengan apa yang diperiksa dalam proses persidangan,”

– Binziad Kadavi, Anggota Komisi Yudisial

Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya ditetapkan sebagai tersangka kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang merupakan terdakwa pembunuhan Dini Sera Afrianti yang terjadi pada Oktober 2023.

Ketiga hakim yang dimaksud adalah Erintuan Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Mereka ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Kejaksaan Agung pada 23 Oktober 2024.

Sebelum dinyatakan bebas, Ronald dituntut hukuman 12 tahun penjara oleh jaksa karena terbukti melanggar Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Namun, ia dinyatakan bebas oleh hakim saat menjalani sidang di PN Surabaya. Ia dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana disangkakan.

Anggota Komisi Yudisial (KY) Binziad Kadafi menyebut pihaknya melihat adanya ketidaksesuaian (mismatch) antara keputusan dan hasil pemeriksaan terkait kasus tersebut. Ketidaksesuaian itu diketahui dari putusan pengadilan yang telah terarsip secara online di sistem informasi penelusuran perkara laman resmi pengadilan.

“Dari situ kemudian berdasarkan keterangan dari pelapor, dalam hal ini keluarga korban Dini Sera Afrianti, juga pihak penasihat hukum, dan juga saksi-saksi yang kita periksa termasuk dari terlapornya, itu memang ada kayak semacam mismatch antara apa yang diputuskan dengan apa yang diperiksa dalam proses persidangan,” kata Dafi dalam wawancara bersama Budiman Tanuredjo di siniar Back to BDM YouTube Budiman Tanuredjo yang tayang Rabu (6/11/2024).

Proses wawancara BDM dengan Binziad Kadafi dalam Back to BDM.

KY sebagai lembaga yang bertugas menjaga tegaknya kehormatan, martabat, dan etika hakim menegaskan adanya pelanggaran etika di balik putusan 3 hakim PN Surabaya yang memvonis bebas Ronald Tannur, putra dari mantan anggota DPR RI fraksi PKB dari NTT, Edwad Tannur.

Dafi tidak menyebutkan secara rinci pelanggaran etik apa yang dimaksud. Namun, ia memastikan pelanggaran tersebut masuk dalam kategori pelanggaran berat yang bisa dikenakan sanksi maksimal berupa pemberhentian tetap.

“Temuan-temuan itu kita sudah tuangkan di dalam berita acara maupun di dalam putusan etik yang kemudian kita rekomendasikan kepada Mahkamah Agung,” ujar Dafi.

Saat ini, ketiga hakim PN Surabaya yang terlibat kasus suap Ronald Tannur menurut Dafi sedang menunggu giliran untuk mengikuti sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH).

Selain banyak antrian persidangan, sidang ini urung terlaksana karena untuk menggelar sidang MKH cukup sulit menyamakan jadwal ketujuh orang majelis yang terlibat.

“Kan terdiri dari majelisnya ada 7 orang, 4 orang anggota Komisi Yudisial dan 3 orang Hakim Agung. Jadi untuk menyatukan jadwal dan lain-lain itu memang cukup challenging,” ungkap Dafi.

Meski demikian, KY berkomitmen akan segera menyelesaikan antrian sidang yang ada dan berharap MKH dibentuk, pemeriksaan dilakukan, dan pemberhentian tetap bagi Hakim pelanggar kode etik kategori berat digulirkan.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com (24/10/2024), uang suap yang berhasil ditemukan di kediaman ke-3 orang hakim dan seorang pengacara yang turut terlibat total senilai Rp20,05 miliar yang terdiri dari pecahan mata uang Rupiah dan beberapa mata uang asing.

Hingga kini, kasus suap perkara hukum ini masih bergulir bahkan terus melebar. Terakhir, seorang mantan pejabat MA, Zarof Ricar dan ibunda Ronald Tanur turut ditetapkan sebagai tersangka karena memiliki keterkaitan dan terlibat langsung dalam tindak penyuapan hakim tersebut.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *