100 Hari Pertama, Prabowo-Gibran Harus Apa?

“…memastikan supaya misalnya tentang bagaimana sistem pengawasan internal diperkuat, sistem pengawasan eksternal diperkuat, penguatan penegak hukum harus menjadi komitmen bagi pemerintahan yang nanti akan dipimpin oleh presiden Prabowo,”

Presiden terpilih Prabowo Subianto akan segera diambil sumpahnya dan dilantik menjadi Presiden ke-8 Republik Indonesia pada Minggu, 20 Oktober 2024.

Bersama pasangannya, Gibran Rakabuming Raka, Prabowo akan mengemban tugas besar sebagai pemimpin negara dan bangsa dengan segala permasalahan dan pekerjaan rumah yang masih ada di dalamnya, menuntut diselesaikan segera. Salah satunya adalah soalan korupsi yang makin merajalela, sementara lembaga yang ditugaskan untuk menangani kasus korupsi justru dilemahkan.

Sebagai calon pemegang kekuasaan tertinggi, Prabowo sudah berulang kali menyampaikan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi di Tanah Air. Sebut saja bagaimana Prabowo mengumpamakan akan terus mengejar koruptor meski sampai ke Antarktika.

Ketua DPP PDI Perjuangan Nusyirwan Soejono berpendapat komitmen yang disampaikan Prabowo soal melawan korupsi adalah hal yang sangat baik. Namun, ucapan itu baru akan bermakna jika ditindaklanjuti dengan perbuatan konkret, riil, praktis di lapangan.

Dalam 100 hari pertamanya, Prabowo diharapkan dapat membuktikan ucapan-ucapannya terkait komitmen antikorupsi sebagaimana ia sampaikan sebelum dilantik. Prabowo pun diminta menelurkan sejumlah kebijakan yang pro pada upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

“Menyangkut penguatan lembaga hukum, peningkatan kesejahteraan aparatur, dan sebagainya. Penglihatan itu lebih penting dalam wujud, dalam praktik untuk memperkuat apa yang sudah disampaikan beliau berkaitan jangan melakukan ini, jangan melakukan ini,” ujar Nusyirwan dalam Satu Meja The Forum Kompas TV (16/10/2024).

Hal lain yang Nusyirwan sampaikan adalah harapannya terhadap Prabowo agar di era pemerintahannya penanganan kasus-kasus korupsi dilakukan tanpa tebang pilih, tanpa memanfaatkan sebagai alat untuk mematahkan lawan politik, dan sebagainya.

Menyambung pendapat Nusyirwan, Sekjen Transparansi Internasional Danang Widoyoko melihat urgensi pemerintah yang baru baru untuk memperkuat atau memperbaiki badan yang berperan sebagai pengawas keuangan, seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Menurut dia, BPKP saat ini berperan sebagai pengawas namun tidak memiliki taring. Badan itu justru takut dengan objek yang mereka awasi. Misalnya takut kehilangan jabatan, takut posisi kariernya terancam, dan sebagainya.

“Mesti ada kebijakan riil bagaimana soal independensi inspektorat BPKP untuk melakukan pengawasan,” sebut Danang yang juga menjadi narasumber dalam program yang sama.

Hal kedua yang harus dilakukan adalah menunjukkan dukungan penuh terhadap penegak hukum sebagaimana tercantum dalam visi misi saat kampanye. Dukungan itu tidak hanya dalam bentuk perbaikan gaji, namun juga pemberian kebebasan secara utuh pada para aparat dalam memroses sebuah kasus dan tidak melakukan intervensi yang bisa memengaruhi keputusan mereka.

“Ini penting, jangan sampai kejadian seperti kasus Setya Novanto bagaimana Presiden Jokowi melakukan intervensi untuk menempatkan KPK waktu itu agar tidak atau menghentikan penunutan perkara ini,” Danang mencontohkan.

Dan harapan Danang yang ketiga adalah Prabowo segera membenahi persoalan pendanaan politik yang selama ini disebut terlalu kecil dari APBN. Hal ini memicu terjadinya praktik korupsi seperti suap jabatan dan sebagainya.

“APBN kita ini mampu, nilainya tidak seberapa dibanding dengan APBN kita, tetapi daya rusaknya ini. Karena korupsi politik ini kan sumber segala praktik korupsi yang lain gitu kan akarnya dari situ ini sepanjang itu tidak diselesaikan itu akan pasti memicu banyak praktik korupsi yang lain,” kata Danang.

Program dan kebijakan Presiden Prabowo pun dikhawatirkan tidak akan berjalan apabila korupsi akibat pendanaan politik tidak dibenahi.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ace Hasan Syadzily melihat tidak ada negara maju di dunia yang memiliki budaya korupsi di dalamnya.

Indonesia sejauh ini dipandang sudah memiliki sistem untuk menuju negara bersih, negara yang yang pelaksanaannya bebas dari tindak korupsi. Hanya saja, perlu implementasi yang lebih riil dalam kerja-kerja teknis.

“Tadi saya kira secara jelas pasti akan diwujudkan di dalam kerja-kerja teknis, memastikan supaya misalnya tentang bagaimana sistem pengawasan internal diperkuat, sistem pengawasan eksternal diperkuat, penguatan penegak hukum harus menjadi komitmen bagi pemerintahan yang nanti akan dipimpin oleh presiden Prabowo,” jelas Ace.

Selain itu, publik juga harus bersama-sama mengawasi kinerja pemerintahan dan penegak hukum, sehingga semua pihak terlibat dalam upaya menciptakan Indonesia yang bebas dari korupsi.

Bersama para narasumber di backstage.

Kemudian, Pengamat Politik Gun Gun Heryanto memiliki pendapat lain soal apa yang harus dikerjakan Prabowo-Gibran di 100 hari pertama masa tugasnya sebagai RI-1 dan RI-2. Gun Gun menyebut komitmen menciptakan politik yang akuntabel dalam anggaran adalah hal yang paling mendasar untuk dilakukan.

“Contoh ya, ini kan bicara soal mulai dari proses perencanaan, alokasi, implementasi, termasuk titik-titik simpul korupsi itu kan seperti misalnya perizinan di berbagai tempat. Kemudian juga kalau kita lihat hal lain seperti misalnya bagaimana sumber daya alam itu juga kerap kali dipertukarkan dari, oleh, untuk gitu ya kelompok yang sedikit orang dan itu kemudian membentuk sistem kartel dan itu bisa jadi jebakan dalam konteks demokrasi, bisa terjadi retrogresi demokrasi, dan itu salah satunya bisa menjadi juga jebakan pada Pak Prabowo dan pemerintahannya,” papar Gun Gun.

Gun Gun melihat ada gejala yang ia sebut sebagai groupthink yang membuat orang-orang yang ada dalam suatu kelompok akan saling menutupi. Itulah yang menjadi benih dari kejahatan korupsi.

Oleh karena itu, groupthink harus didekonstruksi melalui komitmen Prabowo dengan memastikan kualitas kontrol baik secara internal maupun eksternal terhadap kabinetnya yang memiliki jumlah anggota jauh lebih besar dari kabinet-kabinet pemerintahan sebelumnya.

Jika komitmen itu dapat ditunjukkan, kontrol dapat dibuktikan berjalan efektif, maka kepercayaan publik akan tumbuh. Kepercayaan itulah yang akan menjadi modal sosial bagi pemerintah.

Mendengar semua harapan yang disampaikan terhadap 100 hari pertama Prabowo, Juru Bicara Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan Prabowo ingin menciptakan institusi pemerintahan yang inklusif, bukan eksklusif.

“Itu kan mengisyaratkan banyak hal. Artinya partisipasi publik, kemudian termasuk adalah penguatan institusi yang transparan, dan sebagainya, ada birokrasi yang kuat, dan sebagainya,” ujar Dahnil.

Langkah-langkah itu ingin dimulai oleh Prabowo dengan mengimplementasikan jargon yang selama ini kerap ia dan pasangannya bawakan, yakni hilirisasi mulai dari hulu hingga ke hilir. Termasuk dalam pemberantasan korupsi.

Di sisi hulu, ada potensi korupsi yang selama ini terbuka lebar, yakni di sisi penerimaan.

“Penguatan dan pengawasan potensi korupsi di sisi hulu ini itu harus dan akan segera dilakukan sampai kemudian dari sisi hilir. Tentu APBN-nya itu sendiri dari sisi spending dan macam-macam. Nah itu itu perlu dilakukan Pak Prabowo,” jelas Dahnil.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *