“Otoritas kekuasaan presiden memang harus diperkuat, tetapi ketika kemudian batasan-batasan itu dihilangkan seolah kemudian memberikan keleluasaan tanpa check and balances yang memadai…,”
DPR RI telah mengesahkan Revisi Undang-Undang tentang Kementerian Negara pada 19 September 2024.
Undang-undang tersebut memungkinkan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih bebas menentukan jumlah Kementerian di kabinetnya kelak. Hal itu karena batasan 34 kementerian yang berlaku sebelumnya telah dihapus dan diganti menjadi tidak terbatas.
Isu yang beredar, Prabowo akan membentuk 44 kementerian/lembaga untuk menunjang efektivitas kerja pemerintahannya. Penambahan Kementerian itu juga disebut akan berdampak pada penambahan jumlah komisi di DPR.
Padahal di sisi lain, negara memiliki keterbatasan anggaran untuk membiayai seluruh operasional kementerian/lembaga yang membengkak.
Bagaimana tanggapan para legislator muda melihat isu yang berkembang ini?
Dalam dialog di Satu Meja The Forum (2/10/2024) Kompas TV yang bertajuk “Legislator Muda Bisa Apa?”, sejumlah anggota dewan yang baru dilantik juga pengamat politik hadir dan mendiskusikan soal wacana penambahan Kementerian juga komisi di DPR sebagai dampaknya.
Misalnya ada Ismail Bachtiar, legislator muda dari PKS. Ia secara personal belum bisa menyampaikan secara gamblang soal setuju atau tidak. Yang pasti, Ismail berprinsip lebih baik mengerjakan hal-hal kecil yang sudah jelas ada di depan mata ketimbant menyoal sesuatu yang belum jelas akan terjadi.
“Lebih baik saya fokus ke hal-hal yang kecil tapi bisa ber-impact, daripada menaruh harapan dan ekspektasi terlalu besar,” kata Ismail.
Hal-hal kecil yang ia maksud misalnya kondisi pendidikan di daerah pemilihannya yang masih memprihatinkan. Ada sekolah yang masih berdinding kayu juga masih ada tenaga pengajar yang dibayar rendah.
Namun, sebagai bagian dari anggota DPR, Ismail mengaku akan mendorong hal-hal strategis apapun selama demi kebaikan banyak orang.
“Yang pasti bahwa pimpinan fraksi kami, pimpinan partai kami selama ini pengalaman 10 tahun menjadi oposisi selalu memikirkan dan berpihak terhadap apa yang menjadi agenda masyarakat, bukan agenda partai, bukan agenda kepentingan atau golongan,” ujar dia.
Jawaban senada juga disampaikan oleh legislator muda asal Partai Golkar, Abraham Sridjaja. Ia tidak bisa secara bulat mengatakan setuju atau tidak, tergantung pada kementerian tambahan apa yang akan dibentuk dan untuk apa tujuannya.
“Penambahan kementerian itu sudah pasti menambah SDM, menambah anggaran, dan lain-lain, itu sudah pasti. Tapi kembali lagi, apakah penambahan kementerian ini bisa efektif dan efisien untuk mengeksekusi sehingga membuat program-program yang menyejahterakan rakyat?” ujar Abraham.
Jika memang penambahan kementerian baru diperlukan dengan alasan yang jelas, maka ia beranggapan itu harus dilakukan berikut juga dengan penambahan komisi baru di DPR sebagai lembaga yang akan menjadi pengawas.
“Jangan sampai pengawasan terhadap eksekutif jadi berkurang karena adanya penambahan kementerian,” kata dia.
Penambahan badan/lembaga diakui atau tidak akan memperbesar potensi tindak kejahatan korupsi. Anggota DPR muda dari Partai Nasdem, Cindy Monica Salsabila berpendapat yang paling penting dari ditambah atau tidaknya kementerian juga komisi baru adalah bagaimana fungsi-fungsi mereka sebagai anggota dewan tetap dijalankan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Dengan komposisi komisi yang sekarang maupun bertambah tentu kita harus memperhatikan kualitas kinerja kita dan juga di satu sisi berapap pun komisinya kita tetap harus fokus dan terarah,” sebut Cindy.
Terakhir, legislator muda PDI Perjuangan Rio Dodokambey berprinsip pada aspek efektivitas dan efisiensi.
Baginya, DPR sebagai lembaga yang memegang fungsi anggaran harus bisa memberikan penilaian objektif terkait efektivitas dan efisiensi jumlah kementerian dan komisi baru itu.
“Di DPR tugas kita sebagai salah satunya adalah fungsi pengawasan anggaran itu tadi kita harus menentukan nantinya kira-kira pada saat jumlah menteri sekian sudah dilantik, apakah jumlah itu memang akhirnya sesuai dengan efisiensi anggaran itu,” jelas Rio.
“Kalau misalnya nanti tidak sesuai, ya berarti kita harus tekankan bahwa ternyata jumlah paling efisien adalah sekian menteri jumlahnya, hanya sekian puluh saja dan tidak bisa lagi tanpa batas itu,” imbuhnya.
Di sisi lain, Ahmad Khoirul Umam sebagai Pengamat Politik menilai aturan-aturan baru yang memungkinkan pemerintah menambah sesuatu tanpa batasan, memperkuat adanya gejala karakter majoritarian presidenialism atau atau presidensialisme secara umum.
“Otoritas kekuasaan presiden memang harus diperkuat, tetapi ketika kemudian batasan-batasan itu dihilangkan seolah kemudian memberikan keleluasaan tanpa check and balances yang memadai nah ini yang kemudian harus menjadi wake up call terutama dari partai-partai karena fungsi pengawasan itu memang sangat-sangat diperlukan,” jelas Umam.
Jika penambahan kementerian ini benar dilakukan dan diikuti dengan penambahan jumlah komisi di DPR, ia khawatir negara tidak memiliki kemampuan fiskal yang memadai untuk membiayai operasionalnya.
Terkait keterbatasan fiskal ini, presiden terpilih harus bisa menyusun skala prioritas pada program-program yang diusungnya. Yang penting harus diutamakan, sementara yang kurang urgen harus dirasionalisasikan.
“Kalau misal dipaksakan justru akan semakin mengkhawatirkan arah fiskal kita ke depan,” sebut dia.
Diketahui, Presiden terpilih Prabowo Subianto akan langsung mengumumkan berapa banyak kementerian beserta nama-nama menteri yang akan membantu kerjanya 5 tahun ke depan pada tanggal 20 Oktober 2024. Ya di hari yang sama dengan hari pelantikan atau hari di mana ia diambil sumpah sebagai RI-1.
Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi kekosongan dalam pemerintahannya.
Leave a Reply