“Ketika pemerintah hanya mengatasi judi ini dengan pendekatan seperti pemberantasan narkoba yang hanya menangkapi pejudi, memprofiling pejudi, itu hanya menimbulkan kegaduhan, hanya menimbulkan sensasi, tapi tidak efektif. Apalagi hanya menangkapi artis-artis yang menjadi endorser, itu hanya strategi yang dekoratif, hanya seolah-olah kelihatannya bekerja di etalase,”
Judi online masih merebak di tengah masyarakat meski hampir dua bulan sudah Presiden membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online. Tak hanya dilakukan oleh orang dewasa, judi online bahkan marak dilakukan oleh kelompok usia anak-anak.
Data menyebutkan, sekurang-kurangnya terdapat 197 ribu anak-anak yang terlibat aktif bermain judi online. Dari jumlah tersebut, 97 persen di antaranya adalah anak berusia 17-19 tahun.
Bagaimana dan apa saja langkah yang harus ditempuh agar penyakit masyarakat yang satu ini benar-benar bisa dienyahkan? Sejumlah narasumber hadir untuk berdialog membahas perihal tersebut di program Satu Meja The Forum Kompas TV (31/7/2024).
Melihat tingginya angka anak yang ikut dalam judi online, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mengaku sangat menyesalkan adanya kemudahan akses judi online di kalangan anak-anak. Judi online bisa ada di sekitar dunia anak-anak, misalnya melalui game-game online. Belum lagi pendaftaran yang relatif mudah dan tidak memerlukan syarat khusus, semakin membuat anak-anak mudah masuk dan bermain judi online ini.
“Melalui top up, karena tadi dia bermain game misalnya, kemudian betul ada sedemikian banyak dana-dana digital yang itu memudahkan, karena sangat mudah. Mau register, ada juga yang nonregister untuk memiliki itu dan tentu sangat familiar dengan anak-anak. Jadi ini yang kami sesalkan dan betul menunggu keseriusan pemerintah,” ujar Ai Maryati.
Ia menyebut, game online adalah dunia anak yang kini justru banyak menjadi pintu masuk anak ke dunia judi. Padahal, semestinya dunia tersebut bebas dari keberadaan judi online yang menurutnya memiliki dampak sangat mengerikan bagi anak-anak.
KPAI fokus menyoal pada dampak psiko-sosial yang akan dialami oleh seorang anak yang bermain judi online dan lembaga ini akan memberikan dukungan yang diperlukan guna membebaskan anak-anak dari dunia judi online dan mengembalikannya pada kehidupan yang wajar.
Direktur Analisis dan Pemeriksaan II Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Danang Trihartono mengaku titik kesulitan melacak aliran uang dalam bisnis judi online tergantung pada instrumen yang digunakan para pelaku.
Biasanya, pelaku memindahkan dana dengan menggunakan berbagai metode, mulai daro tarik tjnai, setoran rekening di waktu yang berbeda, ada yang melalui aset kripto exchanger, dan sebagainya.
“Ini kan cepat sekali. Dan begitu dia berpindah ke exchanger luar negeri kami agak kesulitan, karena memang bukan kewenangan PPATK untuk dapat langsung meminta data saat itu juga. Itu perlu waktu untuk komunikasi dengan exchanger di luar negeri,” jelas Danang.
Jadi diperlukan langkah tambahan untuk bisa meminta data kepada mereka, karena masalah yurisdiksi, mereka berada di luar negeri dan bukan merupakan pihak yang melapor pada PPATK.
Sulitnya judi online diberantas memunculkan spekulasi ada nama besar yang bermain dan dilindungi di balik masalah pelik yang satu ini. Namun hal itu masih sebatas spekulasi, karena belum ada cukup bukti.
Sejumlah kisi-kisi terkait siapa pengendali judi online di Indonesia sebenarnya sudah beberapa kali mengemuka. Misalnya Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi yang sempat menyebut jumlah orang pengendali judi online di Indonesia. Kepolisian juga melakukan hal yang sama. Terbaru, soal sosok berinisial T yang disebut Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani sebagai seseorang yang memegang kunci peredaran judi online di Indonesia.
Wakil Ketua Harian Satgas Pemberantasan Judi Online Usman Kansong menilai hal itu sudah menunjukkan secara simbolik mengenai siapa sebenarnya otak di balik bisnis judi online di Indonesia.
“Dari sisi simbolik-simbolik itu sudah tersebutkan, cuma spesifik termasuk Pak Benny Ramdhani walaupun konteksnya sebetulnya TPPO ya, tetapi ini akan sekali tepuk dua nyamuk bisa kena, kalau kita bisa menelusuri sosok tersebut. Artinya sudah disebut secara simbolik, tinggal nanti bagaimana bagian penindakan ini menelusuri itu, bagaimana polisi meminta keterangan dari Pak Benny tentang sosok yang berinisial T itu,” kata Usman.
Apa yang harus dilakukan?
Selaku wartawan yang pernah melakukan investigasi judi online di Kamboja pada Desember 2023 dan menuliskan hasil investigasi tersebut, Sarie Febriane menyarankan agar pemerintah melakukan upaya diplomasi dengan negara tetangga. Mengingat server judi online yang diakses masyarakat Indonesia itu bermarkas di sejumlah negara, seperti Kamboja dan Filipina.
“Dari informasi terakhir yang kami ketahui, sosok-sosok yang diduga pemain besar sebagai pebisnis judi yang beroperasi di Indonesia tapi dikendalikan dari Kamboja itu (sebenarnya adalah orang Indonesia tetapi) sudah mendapatkan kewarganegaraan Kamboja beberapa tahun yang lalu. Sehingga ini akan menjadi suatu kendala yang cukup kompleks,” ujar Sarie.
Soal pelaku yang sudah mendapat kewarganegaraan Kamboja, menurut Sarie bukti dokumen itu bisa diakses dengan mudah di data kependudukan pemerintah Kerajaan Kamboja.
Setuju dengan usulan Sarie, anggota Komisi III DPR-RI Trimedya Panjaitan kemudian menambahkan perlunya pemerintah Indonesia untuk membuka diplomasi dengan negara-negara sarang situs judi online seperti Kamboja, Filipina, dan Vietnam terkait ketentuan WNI menyimpan uang di negara-negara tersebut.
“Mampu enggak pemerintah Indonesia melakukan diplomasi sama seperti (diplomasi) dengan Singapura, kan susah untuk membatasi orang Indonesia menyimpan duitnya di Singapura, membawa duitnya ke sana, kan susah. Itu pekerjaan paling sulit, karena kalau kita bicara hukum, mereka berlaku hukum Kamboja. Di Kamboja dilegalkan judi,” kata Trimedya.
Selanjutnya, ia menyarankan agar Polri duduk bersama dengan badan atau kementerian lain seperti Kemenkeu dan BIN di bawah koordinasi Kemenkopolhukam di mana masing-masing bekerja sesuai dengan kewenangannya.
Dan jika suatu hari nanti ada otak judi online yang berhasil ditangkap, maka Trimedya berharap hakim pengadilan tidak akan menjatuhkan vonis ringan dan menyita harta yang bersangkutan agar menimbulkan efek jera.
“Yang kita selamatkan adalah generasi kita, kan hasil survei Kompas tadi saya lihat 50-51 persen itu karyawan swasta, tadi sudah dijelaskan 17- 19 tahun usianya itu kan usia-usia produktif yang 10-20 tahun ke depan mereka lah yang akan menjadi penerus generasi-generasi kita,” ungkap Trimedya.
Ia menaruh harapan besar pada Prabowo Subianto selaku presiden terpilih agar ke depannya pemerintah memiliki agenda yang jelas dalam penanganan judi online. Salah satunya dengan tidak melindungi siapa pun aktor di balik judi online yang selama ini menyengsarakan rakyat.
Terkait dengsn status kewarganegaraan terduga pelaku yang kini sudah menjadi warga negara asing, Trimedya berharap ada upaya diplomasi antar negara agar yang bersangkutan tidak lagi melakukan bisnisnya di Indonesia.
“Berlakukan hukum di negara tempat dia berada, sehingga enggak merusak bangsa Indonesia. Itu perlu kita lakukan, mampu enggak kekuatan kita. Itu (Kamboja, Vietnam, Filipina) kan ASEAN, masa kita tidak bisa melobi sesama negara ASEAN.
Terakhir, Trimedya juga meminta tokoh-tokoh masyarakat seperti ulama, turut berperan aktif untuk mengatasi masalah judi online di tengah masyarakat.
Optimisme dan harapan
Danang selaku Direktur Analisis dan Pemeriksaan II PPATK yang memiliki tugas pencegahan dan penanganan judi online berharap agar semua elemen pemerintah dan masyarakat bisa bekerja sama agar masalah judi online yang sudah merasuk hingga ke masyarakat kecil ini bisa diatasi.
“Ini menurut saya karena sudah sistemik, jadi semua komponen pemerintah, masyarakat juga harus bergerak bersama-sama supaya demand-nya dari masyarakat ini jangan sampai tumbuh, harus bisa diatasi,” kata Danang.
Bagi internal PPATK, di bidang pencegahan, pihaknya akan terus memberikan edukasi kepada masyarakat sampai ke level desa, memberikan pemahaman bahwa tidak ada untungnya bermain judi online, yang ada justru kerugian sosial dan ekonomi. Edukasi juga akan mencakup tentang bahaya jual beli rekening atau domain digital, masyarakat perlu tahu bahwa identitas mereka di akun-akun tersebut bisa dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis judi online.
Selanjutnya, di level pemberantasan PPATK akan terus bekerja sama dengan Polri dan yakin nantinya akan bisa mengungkap jaringan-jaringan judi online yang ada.
Terlepas dari belum optimalnya hasil pemberantasan judi online yang dilakukan pemerintah, KPAI menyimpan harapan tinggi agar anak-anak yang saat ini masih terjebak dalam keasyikkan semu judi online bisa segera terbebas dari belenggu tersebut.
“Menjemput Indonesia Emas 2045, ada tahap-tahap yang harus kita lalui. Anak-anak harus kembali menikmati haknya dan dia harus memiliki strategi kebudayaan yang kita pancangkan sejak awal, bahwa apapun yang sudah terjadi misalnya pesatnya teknologi informasài itu tetap harus berada dalam ruang lingkup pendidikan anak-anak kita dan terhindar dari berbagai ancaman,” sebut Ai Maryati.
Ia menaruh keyakinan pada institusi penegak hukum bisa memberi hukuman yang mengakibatkan timbulnya efek jera. Sehingga tidak akan terulang pada lapis generasi selanjutnya.
Lebih konkrit, Sarie Febriane berharap agar pemerintah dalam melakukan pemberantasan judi online tidak hanya bersifat dekoratif saja alias asal terlihat bekerja padahal tidak menyelesaikan akar permasalahannya.
“Ketika pemerintah hanya mengatasi judi ini dengan pendekatan seperti pemberantasan narkoba yang hanya menangkapi pejudi, memprofiling pejudi, itu hanya menimbulkan kegaduhan, hanya menimbulkan sensasi, tapi tidak efektif. Apalagi hanya menangkapi artis-artis yang menjadi endorser, itu hanya strategi yang dekoratif, hanya seolah-olah kelihatannya bekerja di etalase,” ujar Sarie.
“Padahal yang paling strategis adalah menyasar ke sistem pembayaran dan kalau bisa lebih bagus lagi adalah bagaimana melumpuhkan pemain besarnya yang di Kamboja, itu lebih susah ya, ini problematik secara hukum tapi bukan sesuatu yang missiomn impossible,” lanjutnya.
Mengatasi sistem pembayaran yang dimaksud Sarie adalah mempersempit akses pembayaran judi online yang selama ini begitu lebar dan mudah diakses oleh siapapun, baik melalui rekening bank maupun dompet digital, akibat maraknya jual beli rekening secara ilegal.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta untuk mengajak perbankan menegakkan prinsip KYC (know your customer) sehingga sistem pembayaran judi online ini bisa dilumpuhkan.
Dialog utuh soal pemberantasan judi online dapat disimak melalui tayangan Satu Meja melalui tautan video berikut ini:
Leave a Reply