Judi Online Sukar Diberantas, Sekompleks Apa Permasalahannya?

“Judi adalah penyakit masyarakat. Ia seakan menawarkan harapan, padahal memberikan kesesatan. Ia telah memangsa anak-anak dalam ruang kesesatan perputaran uang begitu besar sehingga judi bisa menjadi dana operasi ilegal. Butuh komitmen dan bukan hanya retorika untuk mengatasinya agar korban tidak kian membesar,”

Judi online adalah satu dari sederet masalah pelik yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah Indonesia. Bukan sebatas pada masalah besarnya uang yang dikeluarkan masyarakat sehingga mempengaruhi kesejahteraan hidup mereka, judi adalah kesalahan pola pikir. Dengan judi, orang menganggap memiliki kesempatan tambahan mendapat jalan keluar untuk kebutuhan finansial mereka, tapi sesungguhnya itu hanya jebakan permainan semata. Bukannya untung, judi banyak membuat pemainnya justru buntung.

Lebih parah lagi, data menunjukkan bahwa ada lebih dari 190.000 anak-anak di Indonesia yang tercatat sebagai pemain judi online saat ini. Fakta ini sungguh menampar. Generasi muda yang diharapkan menjadi generasi emas, malah terjerembab ke dunia judi sejak usia dini.

Demi mengatasi permasalahan ini, Pemerintah melalui Kelutusan Presiden No 21 Tahun 2024 membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online pada pertengahan Juni lalu. Meski satgas telah terbentuk, praktik judi online tetap masih merajalela. Di mana letak kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan ini?

Dipandu Budiman Tanuredjo, sejumlah narasumber berdialog dalam progam Satu Meja The Forum Kompas TV (31/7/2024) yang mengangkat tema “Menagih Janji Pemberantasan Judi Online”.

Tim Investigasi Judi Online dari harian Kompas, Sarie Febriane menyebut perkara judi online ol ini adalah sesuatu yang kompleks.

Jika tujuannya hanya mengetahui siapa nama pemain di belakang bisnis raksasa inj sesungguhnya itu bukan hal yang sulit. Sarie menyebut nama bahkan alamat kantor mereka bisa dengan mudah diakses, oleh wartawan sekalipun yang notabene bukan merupakan investigator profesional.

Desember 2023, tim investigator harian Kompas pergi ke Kamboja dan berhasil mengungkap markas judi online yang beroperasi di Indonesia. Mereka menemukan fakta bahwa target dari bisnis itu adalah rakyat Indonesia, pemodalnta adalah orang Indonesia, dan ada ribuan WNI yang dipekerjakan di sana.

Banyak perusahaan judi di sana yang secara resmi terdaftar di Kementerian Perdagangan Kamboja. Mereka menyetor pajak kepada negara Kamboja.

“Dari data Kementerian Perdagangan Kamboja itu terungkap nama-nama direktur dan owner-nya ada semua di situ jadi itu tidak sulit. Alamatnya juga mencantumkan alamat di Jakarta, ada alamatnya bahkan bisa dilacak. Kompleksnya adalah, mereka legal di sana,” kata Sarie.

Ia mengatakan, markas mereka terdapat di wilayah pesisir Kamboja bernama Sihanoukville atau sering disebut sebagai Kampong Som (KPS).

Meski dikatakan mudah, namun Satgas Pemberantasan Judi Online belum juga berhasil mengatasinya. Wakil Ketua Harian Satgas Pemberantasan Judi Online Usman Kansong mengemukakam ada beberapa hal yang mempersulit penanganan judi online ini. Salah satunya adalah faktor lokasi yang ada di luar wilayah Indonesia. Terlebih, di Kamboja bisnis itu sudah terdaftar secara legal.

Meski begitu, ia menekankan bukan berarti satgas tinggal diam dan tidak melakukan upaya apapun.

“Kita melibatkan Polri yang nanti bisa bekerja sama dengan interpol dan kita juga melibatkan Kemlu untuk bicara dengan negara-negara tersebut, untuk menginformasikan bahwa di Indonesia judi itu ilegal. Kami juga melakukan hal lain, misalnya menutup akses internet dari Kamboja, sehingga konten-konten judi online dari Kamboja itu sudah tidak bisa lagi, juga dari Davao Filipina,” sebut Usman.

Sementara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengalami kesulitan menemukan siapa orang di balik bisnis judi online ini karena kurangnya dua alat bukti sebagaimana diamanatkan KUHP.

Mereka menyelidiki aliran-aliran dana yang ada, namun aliran dana itu bukanlah alat bukti, melainkan petunjuk. Terlebih, cukup rumit untuk mendapatkan gambaran utuh kemana saja dana itu dialirkan.

“Jadi kalau dari perspektif PPATK kita prinsipnya adalah follow the money, jadi kita lihat aliran uang dari level deposit, lalu di dipindahkan ke level istilahnya pengepul, lalu nanti ke leader, lalu ke bandar kecil, dan nanti akhirnya lari ke berbagai macam negara. Untuk mencapai ke situ, tidak stright  ini transaksi judi online semua, ada yang dicuci melalui perusahaan valuta asing, ada yang dicuci melalui exchanger aset kripto, ada juga yang dicuci melalui penarikan tunai, penarikan tunai lalu selang berapa hari disetorkan ke rekening yang lain dan sebagainya. Ini mempersulit atau membuat komplikasi,” jelas Danang Trihartono selaku Direktur Analisis dan Pemeriksaan II PPATK.

Danang melanjutkan, untuk transaksi di level bawah itu mengarah pada sosok perorangan. Namun untuk lapis yang lebih tinggi, transaksi itu sudah ke perusahaan cangkang, baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Diperlukan kerja sama dengan negara lain untuk bisa mengetahui siapa sebenarnya pemilik dari perusahaan-perusahaan tersebut.

“Kalau dari (perusahaan cangkang)di Indonesia kita bisa melihat, dalam arti siapa yang didaftarkan. Cuma kan yang didaftarkan ini belum tentu dia yang menikmati, bisa jadi dia cuma orang yang di-hire untuk duduk di situ,” ujar Danang.

Danang menjabarkan, dari 197.000 anak-anak yang terlibat judi online, 97 persen di antaranya adalah anak usia 17-19 tahun atau sekitar usia SMA dan kuliah.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mengungkap bahwa anak-anak ini diketahui sebagai pemain judi online bukan karena hasil identifikasi mereka, melainkan dari aduan-aduan yang masuk.

Banyak orangtua yang mengadukan anaknya kecanduan judi online. Bahkan kecanduan ini sudah menyebabkan tindak melawan hukum seperti pencurian, kemudian menyebabkan depresi dan mengarah pada tindakan membahayakan diri sendiri. Sehingga KPAI mengambil pendekatan rehabilitasi untuk mengatasinya. Namun, dengan data yang disampaikan PPATK bahwa mayoritas anak yang terlibat adalah usia 17-19 tahun, maka pendekatan yang diterapkan harus diubah menjadi kuratif.

“Kita harus menyentuh pada lapisan anak-anak pelajar, anak-anak yang mungkin baru masuk kuliah, dan lain sebagainya, kita mau menunggu sampai berapa ribu lagi ini yang menjadi korban? Kami menunggu sekali bahwa ini by name by address KPAI akan melakukan langkah-langkah kuratif bahwa mereka harus disembuhkan dari realitas yang mengancam pertahanan bangsa ini,” ujar Ai Maryati.

Berfoto bersama 4 narasumber Satu Meja The Forum (31/7/2024) yang hadir di studio.

Negara tak serius berantas judi online?

Trimedya Panjaitan selaku anggota Komisi III DPR RI mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani judi online. Ia justru mencurigai munculnya kasus judi online ini merupakan bagian dari upaya pengalihan isu.

“Bagi saya bicara soal judi online ini soal pengalihan isu di tengah kita bicara pergantian kepemimpinan nasional, bicara soal IKN kan kita mendadak (muncul judi online). Juli kemarin datang nih soal judi online, kalau kita mau serius kenapa pada saat peristiwa Sambo dulu enggak dituntaskan. 1 tahun yang lalu soal judi ini kan sudah tergambar semuanya. Nah satu tahun lagi muncul lagi soal ini,” ujar Trimedya.

Mengacu keterangan Sarie Febriane yang menyebut judi online ini semestinya tak begitu sulit dipecahkan, Trimedya beranggapan tetap ada hal penyulitnya, yakni penggunaan hukum internasional karena melibatkan negara-negara berbeda. Namun, ada hal lain yang semakin mempersulit penyelesaian judi online di Indonesia.

Problem-nya karena sudah merasuk ke tulang sumsum negara. Dulu mungkin kita pernah membaca, beberapa tahun yang lalu laporan dari Majalah Tempo (judi online) bahkan sudah sampai Istana, di lingkungan TNI, Polri, di kalangan partai politik juga, judi ini sudah terlalu dalam ininya (penyebarannya),” ungkapnya.

Semestinya, kepolisian melalui tim siber, Mabes Polri dengan kapasitas kerja sama internasional bisa menyelesaikan ini. Namun jika belum juga bisa menyelesaikannya, maka akan dipertanyakan keseriusannya dalam mengatasi judi online.

Menurut Trimedya, polisi sudah mengetahui siapa pemain-pemain besar di belakang bisnis judi online di Indonesia, karena memang relatif mudah dilacak. Sekarang tinggal seberapa besar keseriusan mereka untuk menuntaskannya.

“Saya cuma bilang political will pemerintah ada enggak? Saya belum pernah dengar Satgas itu tuntas pekerjaannya, Satgas apapun, termasuk Satgas Judi Online. Itu nanti targetnya apa sih Satgas Judi Online? Bisa enggak menarik, menyeret pelaku-pelaku utama yang jadikan bisnis judi online itu bisnis besar? Karena dari Keuntungan bisnis judi online itu mengalirnya seperti Bengawan Solo, ke mana-mana mengalirnya,” kata Trimedya.

Ia menambahkan, yang menjadi korban dalam hal ini adalah masyarakat, rakyat kecil. Mereka melakukan judi online baik secara individu maupun berkelompok dalam kerumunan.

“Sebenarnya kan polisi juga tahu kantong-kantong di mana orang main judi online, kerumunan orang, ya itu dilakukan (ditindak). Jadi sebenarnya kalau kita mau serius tidak usah pakai satgas satgas,” ujar dia.

Belum lagi banyaknya YouTuber yang di-endorse untuk mengiklankan judi online. Ini membuat masalah menjadi kian pelik. Trimedya heran mengapa tidak langsung ditindak, malah membentuk satgas.

Ia lun berharap pada pemerinrahan Prabowo mendatang penyelesaian masalah judi online bisa dipertegas. Isu judi online tidak lagi dijadikan komoditas politik, namun komoditas kebijakan hukum.

Sistem pembayaran dan jual beli rekening

Senada dengan Trimedya yang mempertanyakan keseriusan pemerintah memberangus judi online, Sarie Febriane juga melihat pemerintah melakukan langkah yang kurang tepat. Menurutnya, untuk bisa sognifiksn menyelesaikan masalah ini pemerintah semestinya tidak fokus pada pemblokiran situs judi online, melainkan fokus pada sistem pembayaran yang begitu mudah diakses sehingga memudahkan orang-orang untuk bisa bermain judi online.

“Rekening-rekening bank dari seluruh bank di Indonesia yang besar-besar ini ada semua di situs judi online, termasuk juga dompet digital. Jadi sistem pembayarannya ini menjadi faktor enabler judi online ini enggak mati-mati. jadi mau berjuta-juta situs judi yang diblokir, disasar, mungkin hanya berkontribusi signifikan terhadap pemberantasan itu di bawah 30 persen,” sebut Sarie.

Ia menyebut, rekening-rekening begitu banyak tersedia karena diperjualbelikan secara bebas di media sosial, seperti Facebook.

PPATK sudah mengetahui dan tidak menampik maraknya aktivitas jual beli rekening untuk keperluan judi online, bahkan untuk kegiatan jual beli narkotika. Jual beli akun perbankan atau akun keuangan ini tidak berhenti pada rekening, melainkan juga dompet digital atau e-wallet dan pulsa selular.

“Nanti ini katakanlah diblokir, segala macam, mereka ganti lagi dengan rekening yang baru, dengan dompet digital yang baru, sehingga cepat sekali perputarannya, itu satu. Yang kedua adalah sekarang juga ada deposit melalui pulsa, kreatif. Kalau pulsa ya kami enggak bisa mengetahui ini pulsa dari nomor berapa ditransfer ke nomor berapa, itu kami kan tidak sampai ke situ,” papar Danang.

Sebagai respons atas jual beli rekening perbankan, dompet digital, dan modus lain sejenis, Satgas mengaku terus melakukan pemblokiran. Hingga saat ini, Satgas Pemberantasan Judi Online telah memblokir kurang lebih 6.000 rekening bank dan 500-an akun dompet digital.

Satgas Pemberantasan Judi Online terdiri dari dua bagian: penindakan dan pencegahan. Untuk memutus suplai, termasuk rekening, situs, dan pelaku akan dikerjakan oleh bagian penindakan. Sementara untuk edukasi akan dikerjakan oleh bagian pencegahan.

“Kita mengetahui itu, tetapi memang ada modus-modus baru misalnya top up pulsa. Kita sudah bicara dengan operator, bagaimana caranya untuk mendeteksi ini kan sulit juga, enggak mudah mengetahui pulsa ini buat apa. Apakah memang buat main judi online, atau membiayai permainan judi online, atau memang buat pulsa begitu kan. Menteri Kominfo sudah bicara dengan operator seluler. Ada lagi top up di game online yang sebetulnya itu judi online, ini juga ada modus seperti itu,” terang Usman.

Dialog selengkapnya dapat Anda simak pada Satu Meja The Forum “Menagih Janji Pemberantasan Judi Online” melalui video 0 berikut ini:


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *