“Kalau Danantara bagus, ya aman telur itu. Tapi kalau Danantara tumpah, tumpah semua telur kita, dan kita sebagai rakyat tumpah juga mimpinya, karena itu aset kita yang sangat berharga,”
—Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin
Demi memperkuat perekonomian negara, Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tengah menggodok satu badan pengelola investasi baru yang bernama Daya Agata Nusantara atau Danantara.
Danantara ini disebut sebagai super holding BUMN, karena nantinya badan ini akan mengelola aset dari sejumlah BUMN besar yang berasal dari berbagai sektor, mulai dari minyak dan gas, energi, perbankan, pertambangan, hingga telekomunikasi.
Total ada 7 BUMN yang akan tergabung dalam Danantara, yakni: Pertamina, PLN, Bank Mandiri, BRI, BNI, MIND ID, dan Telkom dengan total aset lebih dari Rp14.600 triliun.
Meski bertujuan baik, namun banyak pihak yang skeptis dengan rencana Presiden ini, bahkan tak sedikit pula yang justru khawatir Danantara akan mengantarkan perekonomian Indonesia ke titik yang jauh lebih buruk.
Salah satu yang tak menaruh keyakinan penuh pada Danantara adalah Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin. Ia lebih memilih memegang prinsip giving the benefit of the doubt, memilih percaya sampai terbukti tidak bisa dipercaya. Artinya ia tetap menyisakan ruang untuk melakukan kritik-kritik yang terukur.
“Jadi saya dalam posisi wait and see dan saya masih memberikan kepercayaan kepada Danantara untuk sukses, asal banyak hal perlu dilakukan,” kata Wijayanto dalam podcast Back to BDM di YouTube Budiman Tanuredjo.

Dari kacamatanya, ada tanda yang sesungguhnya mengarah pada gagalnya Danantara, atau setidaknya Danantara berjalan tidak seperti yang diharapkan. Mengapa? Danantara dibahas secara diam-diam, terburu-buru, dan tidak melibatkan publik.
Jadi semua pihak harus selalu waspada san hati-hati. Bukan sembarangan, ibarat telur, semua BUMN yang ditarik masuk ke dalam Danantara adalah telur-telur emas yang dimasukkan dalam satu keranjang yang sama.
“Kalau Danantara bagus, ya aman telur itu. Tapi kalau Danantara tumpah, tumpah semua telur kita, dan kita sebagai rakyat tumpah juga mimpinya, karena itu aset kita yang sangat berharga,” jelas Wijayanto.
Ia mengumpamakan pemerintah memiliki dua tangan, satu adalah birokrasi, tangan yang lain adalah BUMN. Birokrasi Indonesia saat ini dalam kondisi tidak baik, belum efisien, kotor, kekurangan dana, penuh hutang, dan seterusnya. Bayangkan, jika Danantara yang berisi BUMN-BUMN emas ikut gagal, maka bangsa ini kehilangan harapan.
Kelemahan lain yang Wijayanto cermati ada pada Danantara, badan investasi itu belum memiliki agenda dan rencana yang jelas, sehingga membuat para investor baik dari luar maupun dalam negeri tak mau mendekat.
Danantara belum diketahui visi utamanya, apakah mengejar keuntungan (profit motive) atau sebagai agen pembangunan (development agency). Pemerintah dan Presiden sempat mengatakan bahwa Danantara diluncurkan untuk mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
“Investor lari, buat apa saya taruh, saya invest itu untuk mendapatkan return bukan untuk membantu menyejahterakan orang Indonesia. Karena ini uang bukan uang saya, uang investor yang dititipkan fund manager, makanya mereka lari dari Indonesia,” ujar Wijayanto.

Namun, jika yang diniatkan pemerintah adalah sebaliknya, yakni mengejar keuntungan, maka rakyat yang menjadi korban. Hak-hak rakyat akan ada yang terabaikan. Misalnya Pertamina dan PLN yang selama ini menjadi BUMN yang orientasinya melayani publik, jika arahnya menuju profit motive, maka rakyat yang akan dikecewakan.
“Rakyat mendapatkan service terjangkau, accessible, kemudian efisien. Kalau ini menjadi profit motive mungkin harganya naik, mungkin akan ada pembedaan treatment antara VIP, VVIP, dan ordinary customer, dan lain sebagainya,” sebut Wijayanto.
Dengan kata lain, Danantara belum memiliki kejelasan arah atau DNA, mau kemana sesungguhnya badan super ini dibawa.
Wijayanto menjelaskan, salah satu inovasi dari Danantara adalah mengubah DNA BUMN dari yang semula sangat birokratis menjadi korporatif. Salah satunya dengan menerapkan doktrin business judgement rule. Jadi, BUMN tak perlu lagi menunggu dan meminta arahan dari DPR, misalnya, untuk melakukan satu kebijakan usaha tertentu. Sebagai eksesnya, kerugian yang nantinya mungkin dialami oleh BUMN dalam menjalankan usaha, tidak tercatat sebagai kerugian negara.
“Dari DNA birokrasi ke DNA korporasi itu menjanjikan fleksibilitas, dan kalau Danantara ingin sukses, ingin besar, memang harus ada itu. Yang harus didorong adalah, kalau melakukan inovasi jangan pilih-pilih, jangan hanya inovasi terkait yang enak saja, tapi yang berat-berat harus dilakukan,” tegas Wijayanto.

Hal yang berat itu misalnya mengupayakan Good Corporate Government (GCG) dengan melakukan perbaikan sumber daya manusia, sistem, regulasi, hingga lingkungan kerja yang bebas korupsi.
“Kenapa Temasek (super holding Singapura) sukses, karena GCG-nya bagus, orang-orangnya profesional, tidak ada politisasi, kemudian environment, regulasinya bebas korupsi. Ini harus diwujudkan, kalau tidak ada komitmen untuk itu saya setuju dengan Mas Ferry (ekonom Ferry Latuhihin), 100 persen skeptis (pada Danantara),” ujar dia.
Berbicara tentang GCG, Danantara sekarang dipimpin oleh orang-orang ysng memegang jabatan ganda dalam pemerintahan. Misalnya Kepala Danantara adalah Rosan Roeslani yang juga merupakan Menteri Investasi, kemudian Ketua Dewan Pengawas Danantara adalah Erick Thohir yang merupakan Menteri BUMN. Wijayanto menyarankan jabatan ganda semacam ini segera dihilangkan, khususnya yang dijabat oleh Rosan Roeslani.
Wijayanto menyarankan agar Rosan segera melepas jabatan menteri dan fokus pada Danantara. Ia harus bekerja dengan profesional dan mengenyahkan faktor kedekatan politik yang ia miliki. Sejauh ini ia dikenal sebagai orang yang dekat dengan Prabowo dan Joko Widodo karena pernah terlibat dalam tim sukses dalam kampanye calon presiden keduanya
“Yang paling kasat mata ciri khas profesional itu totality, ketika dipercaya memegang Danantara total waktunya 24 jam sehari, 7 hari seminggu, jangan dobel dengan menjadi Menteri Investasi walaupun narasinya ini untuk harmonisasi, bukan, yang muncul nanti conflict of interest,” kata Wijayanto.
Terlebih, dalam undang-undang diatur bahwa menteri dilarang melakukan rangkap jabatan, apalagi untuk posisi ketua.
Fokus bagi level pimpinan di Danantara sangat dibutuhkan. Wijayanto mengatakan, Kepala Danantara memegang peranan besar bagi langkah-langkah yang akan diambil oleh badan itu. Jika pimpinan tidak bisa dijadikan contoh, maka jangan berharap lapisan di bawahnya akan menghasilkan kerja-kerja yang optimal.
“Saya sebagai sahabat Mas Rosan ingin membantu. Mundur, daripada ingin memegang dua-duanya dan dua-duanya gagal. Apa sih kontribusi yang (lebih besar) bisa diberikan oleh seorang anak bangsa kepada bangsanya saat ini daripada diberi tugas mengelola Danantara dan bisa men-transform Danantara menjadi seperti Temasek. Enggak ada yang lebih hebat dari itu, so be focus,” pesan Wijayanto pada Rosan.
Sekarang mungkin belum terjadi, namun tak lama lagi Wijayanto yakin Rosan akan mundur dari posisi menteri. Pasalnya, tekanan dari publik dan pengamat akan semakin kuat.
Sudah diperingatkan, susah diberikan analisis yang komprehensif, maka dengar dan turuti.
“Daripada diralat oleh fakta (kegagalan), mending diralat oleh analisa. Jadi kita menganalisis, kita kasih suggestion dijalankan, daripada nanti (tertampar) fakta ada orang teriak-teriak turun ke jalan segala macam, ini kan enggak baik.
Susunan pimpinan Danantara akan segera diumumkan. Jajaran orang-orang ini nantinya akan menjadi penentu apakah skeptisisme yang ada pada publik terhadap Danantara akan hilang, berkurang, atau justru bertambah.
Dan dalam pengumuman itu, Wijayanto berharap Rosan akan mengumumkan pengunduran dirinya dari posisi Menteri Investasi.
Dalam Danantara, Presiden Prabowo juga mengajak serta Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jokowi untuk duduk di kursi Dewan Penasihat. Wijayanto melihat keberadaan dua mantan Presiden itu justru membuat Danantara tidak produktif da tidak efisien. Sebaliknya, posisi Dewan Pengawas itu malah bisa merugikan pribadi keduanya jika suatu hari terjadi sesuatu yang tidak diharapkan dari Danantara.
“Namanya tercantum, barangkali kontribusinya tidak jelas, kemudian kalau suatu saat ada apa-apa namanya ikut ketarik, kemudian persepsi bahwa ada unsur politisasi di Danantara itu makin kentara. Walaupun dewan penasihat barangkali tidak punya otoritas untuk langsung memerintahkan, tapi posisi dua presiden di situ apalagi yang satu masih cawe-cawe (Jokowi), ini memperberat persepsi tentang Danantara,” ungkap Wijayanto.
Prabowo adalah pribadi yang dikenal terbuka dan ingin merangkul sebanayak mungkin pihak untuk bekerja bersama menghadapi tantangan besar bangsa di masa depan. Namun, apakah prinsip itu berlaku untuk Danantara?
“Ibarat menu makanan, ini jadi rasanya aneh. Ibaratnya kita nyampur nasi rendang dengan mie rebus. Saya rasa merangkul itu ide bagus, bahkan saya acungi jempol. Pak Prabowo lebih baik daripada presiden-presiden sebelumnya dalam hal energi, intensi, kemampuan, dan kemauan beliau untuk merangkul. Tetapi harus di tempat yang tepat, kalau tidak di tempat yang tepat justru kontraproduktif,” Wijayanto mengingatkan.
Tantangan lain yang dihadapi Danantara adalah ketidakpercayaan publik (public distrust) terhadap pelaku yang menjalankan Danantara. Mereka merupakan para pejabat negara yang selama ini dikenal korup dan licik dalam .
Ketidakpercayaan serupa juga datang dari kelompok investor. Mereka melihat perkembangan ekonomi di Indonesia yang kian merosot. Harga Rupiah juga melemah. Indeks harga saham berbagai BUMN turun, termasuk BUMN-BUMN yang masuk ke Danantara.
“BUMN itu menjadi beban bagi indeks kita untuk terbang. Kenapa, itu tadi semuanya akan dikelola di bawah Danantara yang agendanya tidak jelas,” jelas Wijayanto.
Terakhir adalah kekhawatiran terjadinya politisasi Danantara mengingat orang-orang yang ditunjuk menjadi pucuk pimpinan adalah orang-orang yang memiliki relasi dekat dengan kekuasaan.
Tapi apapun itu, kita harus tetap memasang mata dan memperhatikan perkembangan demi perkembangan Danantara. Meski terlihat sulit, optimisme harus tetap diberikan, dan harapan Danantara menuai kesuksesan harus terus diupayakan.
Leave a Reply