Perbedaan KPK dulu dan Kini di Mata Chandra Hamzah

“…saya ingin menagih orang-orang yang dulu bilang bahwa Undang-Undang KPK 2019 ini tujuannya memperkuat KPK. Jejak digitalnya banyak lah, kita bongkar siapa yang pernah ngomong begitu, kemudian silakan lihat sekarang apa hasilnya. Apakah benar dengan undang-undang baru KPK menjadi kuat atau enggak,”

— Komisioner KPK 2007-2011 Chandra Hamzah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengalami perubahan besar dari KPK di masa-masa awal pendiriannya yang terkenal dengan integritas, independensi, dan kegarangannya menjadi KPK hari ini yang dinilai tumpul terhadap kasus dugaan korupsi yang melibatkan lingkar kekuasaan.

Perubahan besar itu terutama terjadi pasca pemerintah melakukan revisi terhadap Undang-Undang KPK pada 2019. Revisi tetap disahkan dengan dalih memperkuat lembaga anti rasuah itu, padahal penolakan demi penolakan terus disuarakan oleh berbagai pihak, termasuk para aktivis anti korupsi.

Komisioner KPK 2007-2011 Chandra Hamzah menjelaskan, ada dua hal yang berubah pada KPK dulu dengan sekarang. Pertama adalah perubahan isi Undang-Undang KPK akibat revisi.

“Kalau boleh saya ingin menagih orang-orang yang dulu bilang bahwa Undang-Undang KPK 2019 ini tujuannya memperkuat KPK. Jejak digitalnya banyak lah, kita bongkar siapa yang pernah ngomong begitu, kemudian silakan lihat sekarang apa hasilnya. Apakah benar dengan undang-undang baru KPK menjadi kuat atau enggak,” ujar Chandra dalam podcast Back to BDM di YouTube Budiman Tanuredjo.

Selain perubahan undang-undang, ada satu hal lain yang juga berubah dari KPK dulu dengan KPK sekarang. Perubahan itu terletak pada cara kerjanya.

Chandra menyebut, dulu, setidaknya KPK di masa ia menjadi komisioner, proses penyidikan dan penyelidikan merupakan rahasia yang dijaga dengan sangat rapat. Jangankan pihak eksternal, internal KPK pun jika di luar bagian penyidikan dan penyelidikan tak akan bisa mendapat informasi apapun. Jika tersangka sudah ditetapkan, baru KPK bisa berbicara. Itupun jika ditanya oleh awak media.

Namun sekarang, penyidikan belum dimulai, tersangka belum ditetapkan, pimpinan KPK sudah mengeluarkan informasi bahwa akan ada penangkapan terhadap X, bahkan menggelar konferensi pers untuk memberi keterangan pada awak media.

“Kalau saya pribadi menganggap penegakan hukum itu harusnya enggak heboh di awal, tapi kalau heboh di hasil sih enggak apa-apa,” kata Chandra.

“Buat saya itu haram bicara seminggu lagi akan menangkap tsk X. Kalau mau tangkap, tangkap aja enggak usah bicara,” lanjutnya.

Chandra menilai pemberitahuan dini itu dilakukan pimpinan KPK dimungkinkan karena dua hal: ketidaktahuan proses kerja penyidikan atau secara tidak langsung ingin memberi tahu pada calon tersangka bahwa ia akan ditangkap, sehingga ia memiliki kesempatan untuk melarikan diri.

Ia pun ingin berpesan pada pimpinan KPK saat ini, bahwa penyidikan, penyelidikan, dan penegakan hukum dikecualikan dari keterbukaan informasi, sehingga jika ada yang menuntut transparansi dari kerja-kerja KPK, proses-proses itu tidak harus dibeberkan.

“Cukup kita sampaikan ada tersangka korupsi kalau kita mau entertaint publik, kemudian tuduhannya adalah menyangkut masalah kegiatan ini, misalnya korupsi di kementerian ini pada tahun sekian, pasal yang dituduhkan pasal 2, pasal 3, pasal 5, pasal 7 terserahlah, cukup sampai situ,” papar Chandra.

Jadi, KPK tak perlu menjelaskan konstruksi kasus, apa yang dilakukan tersangka, apa modusnya, dan sebagainya. Definisi penyidikan adalah rangkaian untuk membuat terang suatu tindak pidana, jadi ketika belum terang, jangan diumbar-umbar.

Penyidikan bisa dikatakan matang atau rampung ketika perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan.

“Pilihannya begitu kan, (KPK menginformsikan sesuatu saat proses penyidikan berlangsung karena) ketidakmengertian atau memang mau memberitahu. Hal yang lain mungkin adalah keinginan untuk tampil di media, membangun personal brand. Kamera ini memang megoda, tapi penegakan hukum enggak, harus mengabaikan masalah popularitas, apalagi ada populism, itu harus dikeluarkan dari proses penegakan hukum. Penegakan hukum itu harus dingin, harus objektif apa adanya,” jelas Chandra.

BDM bersalaman dengan Chandra Hamzah.

Chandra menceritakan, KPK di masanya, juga sebelumnya, tidak pernah mempublikasikan proses penangkapan tersangka korupsi. Media lah yang heboh dan terus mengorek-orek informasi. Tapi Chandra tak mempermasalahkannya, karena memang itu tugas media.

KPK pun bisa memberikan jawaban, namun mereka bisa menerapkan limit terkait apa-apa saja yang ingin disampaikan kepada publik.

“Sebagai penyidik, penyelidik, proses itu bersifat rahasia dan haram hukumnya bocor, dikasih tahu apalagi didiskusikan di ruang publik sebelum tindakan itu dilakukan,” tegas dia.

Saking rahasianya proses penyidikan tindak pidana korupsi, bahkan jika ada pegawai KPK non penyidikan, misalnya bagian keuanhan, yang bertanya tentang proses itu, penyidik tidak memiliki hak untuk menjawabnya.

“Genit aja sih, kepo. Mental kita sama-sama, merasa bangga tahu lebih dulu,” ujar Chandra mengomentari sikap ingin tahu orang-orang terhadap proses penyidikan yang sedang berjalan.

Bahkan setelah tersangka ditetapkan, Chandra menyebut dalam SOP maupun KUHAP tidak ada anjuran atau arahan untuk KPK menggelar konferensi pers pengumuman tersangka, menghadirkan tersangka untuk disorot, dan sebagainya.

“Bahwa kemudian seseorang dijadikan tersangka, pers tahu, kemudian nanya-nanya kita, itu tugasnya pers. Kita mau jawab, enggak jawab, itu diskresi kita. Paling kita jawab betul jadi tersangka menyangkut masalah ini, tetapi itu bukan kewajiban,” kata dia.

Jika ada yamg mengatakan publik perlu tahu siapa pejabat yang tersandumg korupsi, ya benar. Namun sifatnya terbatas dan tidak begitu bermanfaat bagi masyarakat. Yang paling utama untuk diketahui publik adlaah, bagaimana hukuman yang dijatuhkan pengadilan pada tersangka, bagaimana tindak lanjut uang korupsi, itu harus jelas. Toh pengadilan bersifat terbuka, sehingga hasilnya bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat, jika melakukan tindakan demikian hukuman apa yang akan diterima.

Di sanalah letak keterbukaan yang seharusnya dipenuhi untuk publik. Kerja-kerja penyidikan yang tertutup pun akan turut diuji dalam persidangan, apakah sewenang-wenang, matang, bukti cukup, dan sebagainya.

“Jangan sampai dalam proses penyidikan kemudian diumumkan, ini adalah diadili sebelum diadili. Proses di penyidikan itu bukan proses pengadilan, itu proses menemukan suatu tindak pidana. itu belum diuji, tetapi sudah di-framing bahwa seseorang ini adalah koruptor, seseorang ini adalah penjahat,” jelas Chandra.

“Ada kecenderungan dalam proses penyididikan salah satunya adalah buktinya enggak kuat, langsung difaming bahwa dia (koruptor). Kalau periode saya, kita kita enggak mau framing orang,” pungkasnya.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *