Corruptor Fightback, Kriminalisasi Hingga Serangan Fisik

“Enggak terbayang sedramatis itu, bahwa ada fightback dari koruptor iya, cuma bahwa begini (sampai ditersangkakan dan ditahan) enggak pernah kebayang sih,”

— Komisioner KPK 2007-2011 Chandra M Hamzah

Penanganan korupsi bukanlah perkara mudah. Selain harus berhadapan dengan para pejabat negara, kerja para penyidik juga petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu diikuti dengan risiko adanya perlawanan balik para koruptor, corruptor fightback.

Hal itu dibenarkan oleh Komisioner KPK 2007-2011 Chandra M Hamzah saat berbincang dengan Budiman Tanuredjo di podcast Back to BDM.

“Banyak sih ke institusi, mulai dari yang halus, sampai ada yang ditabrak, ada yang apa segala macam. Bukan cuman saya, hampir seluruh pegawai KPK, terutama penyidik. Novel juga ngalamin disiram (air keras). Jadi itu kondisi yang harusnya disadari akan terjadi,” kata Chandra.

Sebagai salah satu pejabat KPK, saat itu Chandra sudah sepenuhnya menyadari bahwa risiko-risiko itu pasti akan ada dan akan ia hadapi. Ia pun menganggap hal itu sebagai sesuatu yang wajar, ketika seseorang kenyamanannya terganggu, pasti akan melakukan perlawanan.

Obstruction of justice lah, lewat legal, menghalang-halangi penyidikan, apa segala macam, menghilangkan barang bukti, susah untuk masuk ke penggeledahan, ada perlawanan waktu kita mau menangkap, kebayang begitu,” ujar dia membayangkan potensi perlawanan yang akan muncul.

Chandra Hamzah dalam Back to BDM.

Namun, ternyata Chandra mengalami perlawanan yang jauh lebih sengit daripada sekadar penghalangan proses penyidikan atau penangkapan. Ia dan Bibit Samad Riyanto ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian, kemudian dijebloskan ke penjara pada 2009 atas sebuah kasus korupsi yang kemudian terbukti direkayasa. Mereka dikriminalisasi.

“Waktu itu ada satu bank ditutup, kita melakukan proses penyelidikan terkait dengan masalah bank itu, mungkin ada yang tersenggol, mungkin ada yang kurang senang, dan kemudian ada yang mendeteksi kita melakukan (penyelidikan) itu,” ujar Chandra.

Hasil penyelidikan saat itu menemukan adanya keterkaitan dengan pihak-pihak lain, yang jika diteruskan maka akan mengungkap korupsi yang cukup besar.

Pihak yang merasa tidak senang kemudian membuat fabrikasi bukti untuk bisa menersangkakan Chandra dan Bibit.

“Pak Bibit dibilang bertemu dengan seseorang, ternyata pada saat itu Pak Bibitnya ada di Peru. Saya (disebut) ketemu di tempat itu, padahal saya enggak ada di tempat itu,” ungkapnya.

Namun akhirnya semua terbantahkan. Semua itu terbukti hanya rekayasa. Chandra mengaku di saat ia menjadi Komisioner, KPK banyak menangani kasus-kasus yang menyangkut lingkar kekuasaan. KPK sadar menindaklanjuti kasus-kasus tersebut dan menerima segala risiko yang harus ditanggung.

Corruptor fightback itu akan selalu terjadi, karena bagaimanapun enggak ada yang senang sih penersangkaan korupsi, kecuali masyarakat. Pemegang kekuasaan pasti tidak akan senang, karena dianggap mengganggu. Satu lagi ya karena mengganggu dan mengusik kenyamanan, kekuasaan itu nyaman. Nyaman dari fasilitas, nyaman dari segi income/pendapatan, dan segala macam, koneksi,” jelas Chandra.

Biasanya, koruptor akan melawan KPK dengan menggunakan “tangan-tangan” lain. Misalnya, KPK pernah diangket oleh DPR. Kekuatan legislatif itulah yang digunakan koruptor untuk menyerang balik KPK.

Chandra menganggap hal itu semestinya tidak terjadi. DPR merupakan wakil rakyat yang ditunjuk melalui proses Pemilu. Mereka bukan diberi kekuasaan, melainkan diberi wewenang untuk memperjuangkan hak-hak rakyat. Sementara apa yang dikerjakan KPK saat itu adalah menumpas korupsi yang menggerogoti hak rakyat. Semestinya DPR ada di pihak KPK, bukan justru menjadi alat koruptor untuk melawan KPK.

Sepekan di Tahanan

Atas kasus yang menimpanya 16 tahun lalu, Chandra dan Bibit harus merasakan dinginnya tembok hotel prodeo dan menjalani hari-hari sebagai tahanan.

Selama sepekan itu, ia sempat berpindah-pindah lokasi penahanan, mulai di Mabes Trunojoyo, Bareskrim, juga di Brimob Kelapa Dua.

Ia pun berkegiatan layaknya tahanan pada umumnya, mulai dari membersihkan sel tahanan, mencuci piring, hingga berbincang bersama tahanan lainnya.

“Ada juga pejabat dari Bank Indonesia, saya ketemu (di Bareskrim) dengan beberapa pejabat yang penyelidikannya saya proses, kita ngobrol aja. Pengalaman menarik juga sih,” sebutnya.

Bagi Chandra, ia tidak pernah membenci atau memiliki masalah dengan orang-orang yang melakukan korupsi. Yang diadili dan dibenci adalah perbuatannya, bukan manusianya. Demikian ia mengatakan.

“Tidak seluruh hidup dia itu jahat, tapi untuk spesific event dia jahat, dia melakukan kesalahan,” kata Chandra.

Chandra Hamzah dalam Back to BDM.

Ada hal lain yang juga menarik ditemui Chandra selama menjalani masa tahanan. Ternyata, di dalam penjara itu terdapat kasta-kasta antar penghuninya.

Ada kelompok tahanan yang biasa ditugasi untuk mencuci piring dan disuruh nengerjakan beberapa hal. Mereka adalah kelompok tahanan yang paling rendah. Hal itu diketahui Chandra dari seorang tahanan di Bareskrim yang menempati kasta tinggi.

“Yang (kastanya) paling rendah itu yang tugasnya disuruh-suruh, disuruh nyuci piring, disuruh nyapu-nyapu. Buat saya sih yang penting saya mesti bergerak,” ujar Chandra.

Aktivitas-aktivitas sederhana itu menurutnya lebih baik dikerjakan sendiri untuk tetap aktif, memiliki kesibukan atau kegiatan, dan paling penting menghindari stres akibat dicerabutnya kebebasan sebagai manusia.

Meski hanya seminggu, bagi Chandra yang saat itu menduduki posisi Komisioner KPK, satu jabatan publik dengan kredibilitas tinggi, terkena kasus rekayasa yang membuatnya masuk penjara dan menjadi seorang pesakitan menjadi pengalaman yang tak pernah ia sangka akan terjadi dalam hidupnya.

Sekalipun ia menyadari ada begitu banyak risiko pekerjaan di balik jabatan Komisioner KPK, namun cerita ini tak pernah terlintas di kepala Chandra.

“Enggak terbayang sedramatis itu, bahwa ada fightback dari koruptor iya, cuma bahwa begini (sampai ditersangkakan dan ditahan) enggak pernah kebayang sih,” ujar dia.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *