Pengetatan Anggaran Hingga Timbul PHK, Kemenhan Justru Lantik Stafsus Baru…

“Meskipun membutuhkan anggaran besar, makan bergizi gratis dan cek kesehatan gratis bisa dikonstruksikan sebagai wujud kehadiran negara. Namun Pemerintah tetap perlu menjaga agar mesin perekonomian tetap bisa bergerak, layanan publik tetap terjaga, lembaga penopang demokrasi tidak kehabisan tenaga untuk bisa mengawasi jalannya kekuasaan. Keterbukaan diperlukan agar kebijakan penghematan bisa dipahami,”

Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk melakukan pengetatan anggaran besar-besaran demi efisiensi keuangan negara. Tak tanggung-tanggung, total anggaran yang berhasil dipangkas mencapai Rp306 triliun. Jumlah ini didapat dari pemangkasan alokasi anggaran hampir semua kementerian dan lembaga negara.

Namun, apakah kebijakan tersebut sudah dikomunikasikan dengan baik, sudahkan keputusan itu dibuat dengan mempertimbangkan semua risiko atau efek yang mungkin terjadi?

Sejumlah narasumber hadir dan berdialog terkait efisiensi anggaran oleh Presiden Prabowo dalam Satu Meja The Forum KompasTV (12/2/2025) yang mengambil tema “Pengetatan Anggaran, Efisiensi atau Realokasi?”.

Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Prita Laura menegaskan tujuan utama dari efisiensi anggaran ini adalah untuk membereskan persoalan kebocoran keuangan negara yang selama ini terjadi dan menghambat upaya pemerintah untuk menyejahterakan rakyat.

“Kebocoran-kebocoran ini kan bisa berbagai rupa, ada soal tata kelola, ada soal korupsi, ada juga inefisiensi anggaran,” kata perempuan yang akrab disapa Lulu itu.

Ia mencontohkan, bagaimana selama ini kita kerap mendengar kementerian atau lembaga berlomba belanja untuk menghabiskan anggaran ketika memasuki akhir tahun. Artinya, di sana ada perilaku penghamburan uang negara untuk hal-hal yang sebenarnya tidak diperlukan. Semestinya anggaran untuk K/L yang bersangkutan bisa lebih ditekan.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyampaikan fokus utama dari pengetatan anggaran adalah untuk memotong “lemak-lemak” dalam tubuh K/L dan bukan memotong “otot-otot” di dalamnya. Jadi, pemotongan anggaran di sana-sini, diharapkan tak akan memengaruhi gerak pemerintah dalam bekerja melayani publik.

Presiden Prabowo dalam hal ini dikabarkan memeriksa sendiri daftar keuangan K/L hingga satuan anggaran terkecil untuk menemukan dimana saja letak inefisiensi yang bisa dipangkas. Misalnya, Prabowo menemukan adanya pos anggarandi berbagai K/L untuk membeli alat tulis kantor (ATK) yang jika ditotal angkanya mencapai Rp40 triliun. Angka yang sangat besar untuk keperluan ATK dan ini patut dipertanyakan kebenarannya.

Tak sendiri, dalam proses pemeriksaan ini Lulu menyebut Presiden dibantu oleh Kementerian Keuangan, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Keuangan, dan K/L lain yang terkait.

“Saat ini, bagaimana rekonstruksi dilakukan untuk anggaran ini sudah ada PIC khusus,” ujar Lulu.

Nailul Huda, Prita Laura, BDM, Ahmad Khoirul Umam, dan Andreas Hugo Pareira.

Diketahui, tidak semua kementerian/lembaga terdampak pemangkasan anggaran. Misalnya DPR, Kementerian Pertahanan, Polri, dan Kejaksaan Agung.

Wakil Ketua Komisi XIII DPR-RI Andreas Hugo Pareira membenarkan hal tersebut.

“Sejauh ini (DPR) tidak (ada pemotongan anggaran), sama seperti TNI, Kementerian Pertahanan, Polri juga tidak terkena ini setahu kami yang sampai sekarang. Ada beberapa kementerian dan lembaga yang tidak terkena efisiensi ini,” ujar Andreas.

Meski DPR tak ikut-ikutan dipangkas, namun lembaga dan kementerian yang menjadi mitra kerja mereka merasakan dampak pengetatan anggaran itu. Andreas menyebut mereka banyak menyampaikan keluhannya pada DPR terkait keterbatasan dana yang mereka miliki. Dengan dana yang disunat, para mitra ini harus tetap menjalankan tugasnya, memberikan pelayanan terhadap publik sesuai dengan bidang masing-masin

Apakah anggaran yang selama ini disusun oleh lembaga-lembaga di atas sudah benar-benar efisien? Tak adakah “lemak” yang harus dihilangkan?

Menjawab pertanyaan ini, Lulu berdalih semua kementerian atau lembaga sesungguhnya terkena pemangkasan, hanya saja mereka diberi kesempatan untuk berdialog dan pemerintah tidak main asal potong atau asal cabut anggaran tanpa mendengarkan kebutuhan atau kepentingan dari masing-masing lembaga terhadap anggaran itu.

Saat ini, berdasarkan hasil rekonstruksi yang dilakukan, ada 99 K/L yang sudah mengalami efisiensi anggaran.

“Contohnya hari ini kita melihat dialog yang dilakukan oleh BMKG. Dari 16 list yang ada, ada bagian perawatan yang sebaiknya dilakukan efisiensi karena bagian dari belanja modal. Namun sesuai dengan tusinya, BMKG tidak bisa melakukan hal tersebut, karena memang ada alat-alat alarm deteksi dini yang harus dilakukan secara berkala perawatan dan itu menentukan kualitas pelayanan publik. Jadi hal itu didialogkan, sehingga kemudian dikeluarkan dari bagian (daftar yang akan dipangkas anggarannya).

Di lapangan, efisiensi salah satunya ditunjukkan dengan menghilangkan rangkaian seremonial dalam suatu kunjungan pejabat tinggi kementerian. Misalnya, seorang menko yang meresmikan sebuah program di daerah, datang dan langsung melaksanakan tugasnya, tanpa perlu ada hal-hal lain yang sifatnya tidak pokok, misalnya upacara penyambutan, dan sebagainya.

Pengamat Politik Ahmad Khoirul Umam menyebut ada alasan politis di balik keputusan pemerintah untuk tidak mengurangi jatah anggaran DPR.

“Di satu sisi ini barangkali menjadi bagian dari proses negosiasi politik, karena bagaimanapun juga ini kan setara, satu otoritas kekuasaan eksekutif, satu otoritas kekuasaan legislatif. Kslau misal eksekutif melakukan revisi atas lembaga yang setara barangkali itu menjadi sebuah isu yang cukup krusial, terutama dalam konteks bukan hanya dari sisi konstitusi ketatanegaraan, tetapi juga riak-riak politiknya akan sangat luar biasa,” jelas Umam.

Pemecatan Pegawai RRI dan TVRI

Hal lain, ketika ada pemecatan pegawai di dua lembaga penyiaran pemerintah: TVRI dan RRI, dengan alasan efisiensi anggaran, Lulu menilai ada salah tafsir di sana. Pesan efisiensi yang disampaikan Presiden tak dipahami secara tepat.

“Ada multitafsir dari arah kebijakan Presiden. Presiden mengarahkan agar yang dipotong ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan belanja modal, belanja barang dan jasa. Jadi arahan Presiden adalah tidak (memotong) kepada belanja pegawai dan tidak kepada pelayanan publik. Maksud Presiden, efisiensi anggaran ini dipakai untuk sesuatu yang benar-benar menyentuh langsung kepada kehidupan, kesejahteraan masyarakat bisa benar-benar tercapai,” jelas Lulu.

BDM berswafoto bersama seluruh narasumber.

Efisiensi, Kemenhan Angkat 6 Staf Khusus Baru

Di tengah semangat efisiensi anggaran yang tengah dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto, pada Selasa (11/2/2025), Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin justru melantik 6 staf khusus baru untuk membantu tugasnya dalam sejumlah hal. Salah satu dari 6 stafsus baru itu adalah Deodatus Andreas Deddy Cahyadi Sunjoyo alias Deddy Corbuzier.

Pengangkatan ini tentu menimbulkan pertanyaan, karena berlawanan dengan prinsip efisiensi yang tengah gencar diterapkan di berbagai kementerian.

Sebagai juru bicara Presiden, Lulu menekankan efisiensi dilakukan untuk memangkas “lemak”, tapi pemerintahan yang fokus menyelesaikan tugasnya demi kebaikan bersama harus tetap diupayakan. Artinya, pemerintah memandang pengangkatan stafsus baru di Kemenhan ini bukan sebagai sesuatu yang memboroskan anggaran, sebaliknya, ini justru dianggap membantu mengefektifkan kerja pemerintah dalam hal ini Kemenhan dalam mencapai tujuannya.

“Efisiensi anggaran lagi-lagi fokus kepada otot-otot, lemak-lemak dibuang. Terkait dengan staf khusus, tentunya dengan berbagai pertimbangan bahwa masing-masing staf khusus ini memiliki sebuah kemampuan enabler. Enabler-enabler yang bisa membantu kerja-kerja pemerintah,” ungkap dia.

“Saya tahu fokusnya adalah kepada stafsus yang baru dari Menhan, beliau adalah seorang artis dengan follower yang sangat banyak. Ketika kemudian menjadi bagian dari pemerintah bisa menjadi komunikator-komunikator yang lebih efektif kepada masyarakat,” lanjutnya.

Belum lama ini, pemerintah Vietnam memangkas jumlah kementeriannya, dari 30 menjadi 22 demi efisiensi APBN negaranya. Jika tujuannya ingin fokus, mengapa Indonesia tak meniru langkah Vietnam?

Menyikapi hal itu, Lulu menjelaskan kebijakan atau strategi tiap negara tak bisa dipaksa sama. Terlebih, situasi dan kondisi masing-masing negara berbeda, mulai dari jumlah penduduk, kondisi geografis, dan seterusnya.

Indonesia, selain memiliki jumlah kementerian yang sangat banyak di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, yakni 48 kementerian, dalam satu pos kementerian juga terdapat lebih dari satu pimpinan utama. Misalnya di sejumlah kementerian, menteri masih didampingi wakil menteri. Bahkan, ada kementerian yang memiliki wakil menteri hingga 3 orang.

“Agar lebih fokus mengawal program-program di dalamnya, karena tentu di dalam satu kementerian pembagiannya sudah jelas. Masing-masing Kementerian punya fokusnya masing-masing dan juga saling bekerja sama,” jelas Lulu.

Namun, Umam melihat ada logika yang cukup paradoks dalam hal ini. Pemerintah menginginkan efisiensi, namun struktur kementerian diperlebar. Baginya, ini bukanlah efisiensi anggaran, melainkan realokasi. Banyak yang membaca penghematan yang dilakukan oleh Prabowo adalah demi mendapatkan dana untuk Makan Siang Bergizi (MBG) yang menjadi program andalannya.

“Dalam konteks kebijakan saya kira sah-sah saja, karena itu bagian dari janji politik dan harus ditunaikan. Tetapi juga perlu dihitung betul bagaimana kemudian impact secara makronya,” kata Umam.

Di masa pemerintahan Jokowi, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5 persen. Jika kebijakan-kebijakan belanja pemerintah saat ini tidak swgera dilakukan koreksi maka bisa menggerus pertumbuhan ekonomi.

“Kalau government spending belum optimal, sementara public consumption juga belum begitu optimal, investasi secara umum tidak ada pergerakan signifikan atau belum, sementara ekspor impor netnya juga tidak ada gelombang yang sangat signifikan, saya khawatir kalau ini tidak ditangani secara cermat maka angka pres 5 persen itu berpotensi turun di angka 4 persen,” jelas Umam.

Padahal angka 1 persen itu bukan angka yang kecil jika berbicara kondisi ekonomi sebuah negara. Berdasarkan Hukum Okun yang dikemukakan Ekonom Amerika Arthur Melvin Okun, 1 persen dalam pertumbuhan ekonomi bisa berdampak pada kurang lebih 2 juta pekerjaan masyarakat di suatu negara.

Selain berdampak pada pekerjaan masyarakat, pelemahan ekonomi juga bisa mengoreksi kepercayaan publik dan pasar terhadap pemerintah. Umam melihat ini menjadi hal yang patut diantisipasi.

Umam menganggap apa yang dilakukan Prabowo dengan jajarannya saat ini adalah bentuk koreksi terhadap tata kelola pemerintahan yang selama ini dijalankan oleh pemerintahan Jokowi. Meski menjunjung asas keberlanjutan, namun Prabowo harus tetap memberikan perubahan-perubahan fundamental di aspek tertentu.

“Dalam konteks tertentu kesinambungan, tetapi dalam konteks ini sebagaimana kalau kita merujuk pada statement yang disampaikan oleh Pak Hasyim Joyo Hadikusumo, misalnya ada banyak program-program konyol dalam tanda kutip istilah beliau (maka harus diubah),” ujarnya.

Niat baik Presiden ini tentu harus didukung oleh semua pihak. Namun, ia berharap Presiden melakukan pemangkasan anggaran ini dengan hati-hati, melalui proses yang transparan, akuntabel, dan didasarkan pada kalkulasi yang matang. Jangan sampai efisiensi ini berdampak pada belanja-belanja di sektor esensial yang justru bisa berdampak buruk bagi masyarakat.

“Termasuk juga dalam konteks ini nasib para pegawai honorer, jangan sampai anaknya dapat makan gratis tetapi pendapatan orang tuanya justru hilang gara-gara kebijakan itu sendiri. Jadi jangan sampai paradoks paradoks ini tercipta,” Umam berpesan.

Pesan serupa juga dikemukakan Andreas, ia berharap pemerintah tidak asal pangkas anggaran di suatu kementerian atau badan, penting untuk mengetahui terlebih dahulu bagaimana urgensi anggaran tersebut di badan terkait.

“Jangan sampai ini ketika potong ada interpretasi yang mungkin keliru, interpretasi jadi pangkas pangkas pangkas pangkas, tidak perhatikan sampai detail ke bawah yang berkaitan dengan multiplayer effect,” terang Andreas.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *