“Dalam perjalanan dari Oktober sampai sekarang saya ngelihat tidak ada leadership dia untuk (mendamaikan). Ini kan antara Mega, Jokowi, dan PDIP berkonflik, kok malah dibiarkan, bahkan kelihatannya Prabowo menikmati….”
—Pengamat Ekonomi Yanuar Rizky
Kondisi Indonesia saat ini dinilai banyak pihak, termasuk Pengamat Ekonomi Yanuar Rizky, sedang tidak baik-baik saja. Ada banyak faktor yang membuatnya menyimpulkan demikian. Mulai dari oligarki yang menguasai negara, rakyat menengah yang terhimpit kebijakan pemerintah, kelompok bawah yang mati-matian mempertahankan kehidupan, hingga kelompok elite yang saling bertikai satu sama lain.
Di permukaan, keadaan nasional Indonesia memang nampak tenang, nampak tak ada masalah yang berarti. Namun tidak jika kita menyelaminya lebih dalam.
“Saat ini seolah-olah tenang, enggak ada apa-apa, tapi negara ini penuh dengan isu. Isu tata kelola, ekonominya juga enggak kuat-kuat banget. Kalau kita mau ngomong kuat lebih kuat era Soeharto, investasinya masih bagus, saving-nya masih bagus. Kalau sekarang isunya banyak, ekonominya ekonomi yang boleh dibilang bubble,” kata Yanuar dalam podcast Back to BDM kanal YouTube Budiman Tanuredjo.
Di tengah situasi ini, Presiden Prabowo dinilai belum menunjukkan kualitas kepemimpinannya setelah hampir 3 bulan dilantik menjadi Presiden. Terutama dalam hal menyikapi pertikaian politik antara Joko Widodo, Megawati, dan PDIP yang kian hari kian meruncing.
“Dalam perjalanan dari Oktober sampai sekarang saya ngelihat tidak ada leadership dia untuk (mendamaikan). Ini kan antara Mega, Jokowi, dan PDIP berkonflik, kok malah dibiarkan, bahkan kelihatannya Prabowo menikmati, dan kecenderungannya memang kelihatannya dia sangat sama (di kubu) Jokowi,” ujar Yanuar.
Ada yang tak biasa dari sosok Prabowo terkait masa-masa awal menjadi Presiden. Biasanya, seorang presiden baru akan berusaha melenyapkan persepsi publik tentang sosok pendahulunya. Misalnya ketika SBY memimpin, ia mencoba “mengubur” citra Megawati, demikian pula ketika Jokowi menjabat ia berupaya menutup cerita tentang SBY. Namun sebaliknya, kini Prabowo terkesan terus menghidupkan nama Jokowi di masa kekuasannya.
“Baru kali ini loh presidennya berganti dan presiden yang berkuasa terus memberikan panggung kepada presiden sebelumnya,” ujar Komisioner Independen PT Pupuk Indonesia Holding 2015-2020 itu.
Semula, Yanuar meyakini sosok Prabowo adalah sosok politisi pada umumnya yang akan melakukan apapun, dalam hal ini mendekati penguasa lama, yakni Jokowi, demi kepentingan elektoral bisa mendapatkan posisi RI-1. Setelah itu, ia akan menjadi dirinya sendiri dan tak lagi mengekor pada Jokowi seperti sebelumnya. Namun, anggapan itu ternyata tidak tepat. Sampai sekarang Prabowo dianggap masih saja memberi ruang pada Jokowi untuk tetap dilihat rakyat.
Yanuar memandang apa yang dilakukan Prabowo saat ini adalah belajar dari apa yang terjadi pada Kim Young-sam, Presiden Korea Selatan 1993-1998. Young-sam pada tahun 1996 “menghajar” presiden-presiden pendahulunya, Roh Tae-woo dan Chun Doo-hwan dengan isu korupsi, sehingga terjadi konflik antar elite. Tae-woo dan Doo-hwan membongkar korupsi yang dilakukan oleh anak Young-sam melalui media massa. Dan melalui isu pertikaian antar elite itu Korea Selatan disusupi oleh kepentingan asing.
Mungkin, Prabowo tidak menginginkan hal ini terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, ia tidak terlalu ingin mencampuri perselisihan yang tengah dialami Jokowi dan Megawati.
Meski tidak mencoba “menghajar” Jokowi, Prabowo juga tidak mencoba merangkul Megawati atau dalam hal ini PDIP.
“Mungkin ingin merangkul tapi mungkin ya, enggak tahulah. Menurut saya kalau ke PDIP ini ada masalah karena ada Jokowi, ya kita kan harusnya tidak membiarkan ini berkembang,” kata Yanuar.
Gesekan atau permasalahan yang terjadi di antara Jokowi dan Megawati itu seharusnya didamaikan. Oleh karena itu, ia merasa kondisi Indonesia saat ini sangat mirip dengan kondisi Korea Selatan di tahun 1997 saat diterjang krisis moneter. Selain terjadi pelemahan rupiah, maraknya PHK, dan meningkatnya kelompok miskin, Indonesia sebagai negara demokrasi juga memiliki cerita pertikaian antar elite politik, meski di permukaan terlihat tenang.
Karena tidak terlihat adanya upaya mendamaikan antar kedua tokoh bangsa ini, Yanuar menilai Prabowo menikmati pertikaian ini.
“Bisa jadi juga mungkin dia menikmati, dia menunggu siapa yang mati pada akhirnya. Kan ada juga yang teorinya kayak gitu, dibiarkan bertempur,” sebut Yanuar.
Demikianlah sikap Prabowo terkait perseteruan antara Jokowi dan Megawati. Sama halnya saat menghadapi dualisme Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin), antara Anindya Bakrie dan Arsjad Rasjid, Prabowo terlihat tak memberikan resolusi apapun.
“Jadi kalau menurut saya dia kayak semacam ya udahlah biarin aja pada berantem berdua, nanti yang hidup yang mana. Cuma kan bermain-main dalam kondisi ekonomi yang seperti ini menurut saya enggak tepat,” nilai ekonom berusia 51 tahun itu.
Tapi Yanuar lantas berpikir mungkin ini yang harus dialami oleh sebuah negara berkembang untuk bisa menjadi sebuah negara yang maju, seperti Korea Selatan yang negaranya sudah hancur akibat krisis moneter kemudian bangkit dan menjadi negara maju seperti saat ini.
“Mungkin Indonesia membutuhkan itu, tapi kadang saya juga berpikir wah tapi kalau krisis itu berat loh biayanya. Jadi saya kadang-kadang berharap orang seperti Prabowo itu bisa melakukan apa yang dilakukan misalnya oleh Franklin Roosevelt, ketika Amerika krisis besar ketika dia jadi presiden dia bilang yang dibutuhkan cuman concern citizens think out of the box,” jelas Yanuar.
Maksud dari ungkapan Roosevelt adalah agar para elite dan kaum oligark bisa melakukan sesuatu yang di luar kenyamanannya. Jadi mereka harus memikirkan kepentingan negara, kepentingan yang lebih besar, bukan hanya kepentingan diri dan kelompoknya masing-masing.
“Saya tetap berharap Prabowo bisa memimpin concern citizens ini think out of the box, dalam artian oligarki yang katakan sekarang sudah terkonsolidasi dengan baik dengan kepemimpinan dia, semua butuh stabilitas kan, kalau engak stabil kamu juga repot yang dibawah segala macam. Tali kita jangan mikirin diri kita, jangan mikirin hanya konsesi, coba kita mikir negara ini perlu baik,” papar Yanuar.
Prabowo diharapkan bisa memimpin para elite untuk melakukan perbaikan yang memang begitu urgen untuk dilakukan, agar Indonesia bisa terhindar dari krisis-krisis besar yang mungkin terjadi di waktu ke depan. Jangan terus-menerus menuruti kerakusan diri mengejar jabatan dan kekayaan dari negara, kita harus mulai memikirkan kebaikan untuk negara ini. Karna sekali lagi, Yanuar mengingatkan, sinyal untuk terjadi krisis sebagaimana dialami Korea Selatan tahun 1997 itu sudah begitu terlihat di Indonesia.
“Mari kita lihatnya objektif deh clear, sinyalnya ada. Sinyal bahwa kelas menengah yang tertekan, sinyal bahwa fiscal cliff kita juga udah kelihatan kan (rencana menaikkan) PPN ini kan karena ada fiscal cliff, sinyal kemungkinan kita itu digoyang oleh isu besar terkait dengan take over oleh asing ada,” imbau Yanuar.
Leave a Reply