“Jangan sampai prinsip pengampunan lebih ditekankan daripada tanggung jawab hukum dan pengembalian kerugian negara secara utuh. Setelah mereka menghadapi konsekuensi hukum dan mengembalikan aset yang dikorupsi, barulah pengampunan dapat dipertimbangkan,”
– Vishnu Juwono
Budiman Tanuredjo
Strategi pemberantasan korupsi Presiden Prabowo Subianto mulai dipertanyakan. Pada awalnya, retorika Presiden Prabowo terhadap pemberantasan korupsi di Tanah Air memberi harapan. Namun, pernyataan terakhir Presiden Prabowo di Kairo, Mesir, akan mengampuni koruptor jika koruptor mau mengembalikan kekayaan hasil korupsi, memunculkan pertanyaan. Ada apa?
Dalam debat capres, dengan berapi-api Prabowo berjanji akan mengejar koruptor sampai ke Antartika, sampai ke padang pasir. Bahkan, Prabowo mengatakan, akan menyiapkan pasukan khusus untuk mengejar koruptor. Presiden Prabowo juga memeringatkan menteri-menterinya untuk tidak mengambil dana APBN. Dalam kesempatan lain, Presiden Prabowo juga menegaskan tekadnya untuk membentuk pemerintahan yang bersih. “Yang tidak sejalan silakan minggir,” demikian kira-kira pesan Prabowo.
Oleh sebagian orang, Presiden Prabowo Subianto adalah sosok yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Ia tentunya mewarisi kegelisahan ayahnya Sumitro Djojohadikusumo yang pernah mengatakan, kebocoran dana APBN mencapai 30 persen. Dalam berbagai debat calon presiden, Prabowo pernah mengingatkan bahwa ibarat kanker, korupsi di Indonesia sudah mencapai stadium empat.
Sepuluh tahun kepemimpinan Presiden Jokowi gagal memperbaiki Indeks Persepsi Korupsi Indonesia. Pada tahun 2014, IPK Indonesia berada di angka 34. Pernah membaik menjadi skor 40 pada tahun 2019. Namun, kembali jatuh pada skor 34 di tahun 2023. Pada tahun 2019, UU KPK direvisi dan dimasukkan dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Sejak 2019, IPK Indonesia anjlok kembali ke skor 34. Kesempatan sepuluh tahun hilang percuma akibat perubahan kelembagaan dan perubahan kebijakan.
Presiden Prabowo membawa harapan di bulan pertamanya. Namun, muncul keraguan setelah Prabowo mengatakan akan memaafkan koruptor yang mau mengembalikan kekayaan hasil korupsi. Cara mengembalikan kekayaan kepada negara bisa dilakukan dengan diam-diam bisa menimbulkan pasar gelap keadilan. “Bagaimana menghitung uang yang dikorupsi, dan berapa yang harus dikembalikan.”
Pidato Presiden Prabowo soal pengampunan koruptor masih butuh penjelasan lebih jauh. Apakah pemaafan koruptor dilakukan di luar proses peradilan atau dalam proses peradilan. Menko Hukum Yusril Ihza Mahendra mengakui pemerintah akan memberikan amnesti kepada sejumlah napi koruptor dan narkotika. “Jumlah napi koruptor tidak banyak,” katanya.
Mantan pimpinan KPK ketika saya tanya soal apa yang terjadi, ia menjawab spekulatif. “Mungkin pecah kongsi.” Ia tak mau berbicara lebih jauh apa yang melatar belakangi perubahan nada retorika pemberantasan korupsi yang dipimpin Prabowo Subianto.
Dari realitas yang ada, memang memunculkan tanya. Ada tersangka CSR Bank Indonesia yang diralat jubir KPK. Peristiwa ini jarang terjadi. Ada putusan pengadilan tindak pidana korupsi kasus timah dengan tersangka Harvey Moeis. Majelis berpendapat ada kerugian Rp300 triliun, namun Moeis dihukum 6,5 tahun dan membayar uang pengganti Rp200 miliar. Terasa jomplang dan mencederai keadilan. Fenomena mafia peradilan yang dilakukan Zarof Ricar dengan penemuan uang Rp1 triliun, ditangani secara biasa-biasa saja.
Publik pun bertanya-tanya: apakah pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal pengampunan koruptor terkait dengan akan diajukannya RUU Tax Amnesti yang sudah masuk program legislasi nasional. Isu bakal dilakukannya pengampunan pajak sudah lama terdengar.
Menanggapi kejadian itu, Vishnu Juwono, yang menulis disertasi di London School of Economy Inggris mengirim analis kepada saya. Ia mengatakan, “Presiden Prabowo Harus Tegas, Jangan Berkompromi dengan Koruptor. Presiden Prabowo tidak seharusnya berkompromi dengan koruptor dan kroninya, terlebih mereka yang menyalahgunakan mandat negara untuk melayani masyarakat,” ujar Vishnu Juwono.
Menurut Vishnu, koruptor, terutama pejabat tinggi negara seperti menteri, gubernur, wali kota, atau bupati beserta para kroninya yang biasanya pengusaha besar wajib mempertanggungjawabkan perbuatan mereka yang telah merugikan negara dan masyarakat luas, khususnya golongan tidak mampu.
Dalam pidatonya di Mesir di hadapan mahasiswa pada tanggal 13 Desember 2024, Presiden Prabowo menyampaikan keinginan untuk memperoleh pengembalian aset negara dari koruptor dengan cepat dan sebesar-besarnya. Vishnu memahami niat tersebut, tetapi ia menegaskan bahwa prinsip keadilan harus menjadi prioritas. “Jangan sampai prinsip pengampunan lebih ditekankan daripada tanggung jawab hukum dan pengembalian kerugian negara secara utuh. Setelah mereka menghadapi konsekuensi hukum dan mengembalikan aset yang dikorupsi, barulah pengampunan dapat dipertimbangkan,” tegasnya.
Vishnu juga menanggapi argumen bahwa pernyataan Prabowo ini merupakan pendekatan Asset Recovery yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yusril Ihza Mahendra. Menurut Vishnu, pendekatan ini agar efektif dan memaksimalkan pengembalian hasil korupsi, harus diterapkan secara tegas agar memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.
Sebagai contoh, Vishnu menyoroti bagaimana Korea Selatan menangani kasus korupsi secara tegas, bahkan terhadap mantan presiden. “Dua mantan Presiden Korea Selatan, Lee Myung-bak dan Park Geun-hye, telah diproses hukum secara transparan, imparsial, dan akuntabel. Lee Myung-bak divonis 15 tahun penjara atas kasus suap dan penggelapan, sementara Park Geun-hye dijatuhi hukuman 20 tahun penjara dan denda besar karena berbagai kasus korupsi, termasuk pemerasan terhadap konglomerat. Meskipun mereka akhirnya mendapatkan pengampunan, kedua mantan presiden itu tetap menghadapi proses hukum dan membayar denda secara penuh,” paparnya.
“Presiden Prabowo seharusnya memanfaatkan otoritasnya untuk menggerakkan aparat penegak hukum dan KPK yang sekarang di bawah eksekutif secara maksimal. Dengan langkah tegas terhadap elit politik termasuk bagian dari koalisi politiknya jika terbukti korupsi, Indonesia memiliki peluang untuk memperbaiki Indeks Persepsi Korupsi Transparency International yang selama kepemimpinan Presiden Jokowi terus menurun. Dan yang terpenting dapat menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat bahwa penegakkan hukum dapat ditegakkan di Indonesia” kata Vishnu.
Dan yang pasti masih ada amanat Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang belum dicabut. Pemberantasan korupsi harus dilakukan secara tegas dan tanpa pandang bulu. Model pengampunan koruptor selayaknya ditetapkan dengan aturan hukum yang ada. Dan, pengampunan koruptor di luar proses hukum, tak bisa disebut sebagai diskresi presiden. ***
Leave a Reply