Budiman Tanuredjo
Chappy Hakim adalah Kepala Staf TNI AU (2002-2005). Pangkatnya Marsekal. Pangkat tertinggi di TNI AU. Sama dengan jenderal di TNI AD dan Polri atau Laksamana di TNI AL. Marsekal kelahiran Yogyakarta 17 Desember 1947 itu merayakan ulang tahun ke-77 dengan meluncurkan buku Keamanan Nasional dan Penerbangan yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas, Selasa, 17 Desember 2024. Buku Keamanan Nasional adalah buku ke-27 Chappy yang diterbitkan PBK. Sudah lebih dari 50 buku yang ditulis Chappy.
Peluncuran buku Chappy dihadiri sejumlah koleganya. Sejumlah duta besar hadir seperti Makarim Wibisono yang pernah bertugas di sejumlah negara, termasuk New York. Dian Wirengjurit yang bertugas di Iran, dan Andrajati yang bertugas di Senegal. Ada juga penulis seperti Nasir Tamara dan Rektor Universitas Media Nusantara Ninok Leksono yang baru saja melepas jabatannya sebagai Rektor UMN.
Selain aktivitasnya yang begitu padat, Chappy adalah seorang pembelajar sejati. Setiap Jumat dan Sabtu, Chappy selalu hadir di Kampus Universitas Nasional di Kawasan Ragunan karena ia juga menjadi mahasiswa S3 Ilmu Politik di Universitas Nasional. Saya menyebutnya, sosok Chappy adalah jenderal “anomali”. Persepsi publik soal militer adalah keras dan tegas. Sikap itu tetap melekat di Chappy, tapi ia tampak bisa lebih santai. Bermain musik, menulis, belajar, membaca buku adalah kebiasaan Chappy. Chappy menampilkan sosok militer yang berbeda. Militer pembelajar. Militer penulis. Militer pemusik. Tapi juga militer yang menguasai seluk beluk bisnis karena pernah menjadi CEO dan Senior Advisor PT Freeport Indonesia (PTFI).
Omar Dani, Panglima Angkatan Udara pernah menulis soal Chappy. “Chappy Hakim is a pilot, leader, good mixer, dynamic person, sportsman, musician, writer, thinker, innovator, practical idealist, having many friends, having a happy and harmonious family life, always well dressed, and mainly handsome.” (halaman 23).
Buku setebal 390 halaman berupa catatan ringan Chappy tentang situasi kekinian. Tulisannya pendek-pendek dan renyah. “Agar pembaca bisa memilih mana yang mau dibaca dahulu,” ujar Chappy.
Namun di balik gaya penulisannya yang ringan, pesan yang disampaikannya: tegas dan jelas. Misalnya esai Chappy berjudul: Selamat Datang (Kembali) Dwi Fungsi ABRI (hal 135). Chappy merespon keputusan Presiden Jokowi memberikan kesempatan kepada prajurit TNI mengisi jabatan sipil. Chappy pun menyoroti putusan MK No 90/2023 yang jelas-jelas memfasilitasi putra Presiden Jokowi maju sebagai calon wapres.
Dua kejadian politik itu, ditafsirkan Chappy Hakim sebagai, “…penguasa mempunyai hak apa saja yang dipandang perlu.” “Kritikan terhadap fenomena kembalinya Dwi Fungsi ABRI sama sekali tidak akan berpengaruh apa-apa. Pada sisi lain, para pengritik harus berhati-hati karena ada peringatan yang disampaikan pejabat tinggi negara kepada para pengritik untuk pindah dari Indonesia. Selamat datang Dwi Fungsi ABRi. Good bye reformasi,” tulis Chappy.
Dalam esai Renungan Pasca-Pemilihan Presiden (hal 146) terasa betapa getirnya suasana hati Chappy. Ketika pasangan calon bersaing dan para pendukungnya berjibaku,”… dengan enteng saat pemilu presiden selesai, mereka langsung bergandengan tangan menjadi satu kubu dan menikmati kekuasaan bersama.”
Chappy menulis, “Semua terlihat enteng saja tanpa beban sama sekali. Sudah tak ada lagi prinsip dan pendirian yang dianut sebagai landasan mental, karakter, etika, dan moral kepribadian dalam berperilaku. Tidak ada lagi martabat dan harga diri. Kemunafikan dan bahkan pengkhianatan sudah tidak lagi dipandang sebagai sesuatu hal yang buruk. Haus kekuasaan dan kerakusan materi, mengubur hidup-hidup prinsip perilaku bermartabat dalam menjaga harga diri.”
Nafsu dan kerakusan membuat semua hal seperti etika, norma, kepribadian, dan moral menjadi tidak ada maknanya. Some people can betray their friendship just for their advantage. Sebagian orang mengkhianati persahabatan hanya untuk keuntungannya sendiri.”
Tindakan korektif harus dilakukan. Bila tidak dilakukan tindakan korektif, maka pemilu akan menjadi event biasa yang dilakukan event organizer (EO) yang akan bekerja sesuai pesanan tarif tertentu. Tarif yang all in, termasuk ongkos mengubah peraturan di MK, ongkos untuk quick count, ongkos untuk tim sukses, ongkos untuk lembaga penyelesai sengketa. Wani piro.
Kekuasaan dan uang akan jadi penentu. Ideologi, etika, norma, kejujuran harus beristirahat dan terkubur untuk selama-lamanya.
Terasa getir memang nasib negeri ini. Etik dan demorasi mati perlahan dikubur pemimpinnya.***
Leave a Reply