Ketika Hukum Rusak Dirambah Korupsi…

“Mega korupsi yang menurut saya paling serius itu adalah di aparat penegak hukum. Saya masih ada harapan kalau penegak hukum kita benar. Bisnis katakanlah rusak, tapi masih ada harapan untuk hukum itu bisa berjalan dengan baik,”

– Saor Siagian, Advokat

Dunia hukum di Indonesia benar-benar sedang diguncang dengan sejumlah hal. Mulai dari adanya kasus jual beli hukum yang melibatkan aparat hingga ke tingkat Mahkamah Agung, hingga perkara judi online yang selama ini ternyata mendapat perlindungan dari pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Kasus mantan pejabat MA Zarof Ricar menjadi satu yang ramai diperbincangkan publik. Di kediamannya ditemukan uang tunai dan emas 51 kg dengan total nilai nyaris mencapai Rp1 triliun.

Advokat Saor Siagian berbincang dengan Budiman Tanuredjo di podcast Back to BDM yang salah satunya membahas soalan tersebut. Ia mengaku tidak kaget dengan temuan bernilai fantastis di rumah ZR itu.

“Jadi peristiwa ini bagi saya sebenarnya tidak terlalu mengguncangkan. Cuma yang sangat mengusik hati kita bagaimana hakim peristiwa pidana atau (mengadili kasus) kehilangan nyawa, katakanlah warganya, kalau kita dalam konteks berbangsa kan disebut saudara sebangsa, masih mampu dia mendapatkan keuangan,” kata Saor.

ZR diketahui memiliki keterlibatan dengan kasus suap 3 Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang sebelumnya terbukti melakukan penganiayaan hingga menyebabkan kematian terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti.

Saor berujar jika kasus suap ini terkait dengan kasus-kasus perdata atau yang terkait dengan  bisnis, izin usaha, dan sebagainya, maka ia masih bisa memahaminya. Tapi kali ini berhubungan dengan kasus hilangnya nyawa seorang manusia.

Mahkamah Agung, berdasarkan informasi yang sering Saor dengar memang kerap dijadikan ajang untuk memutihkan kasus hukum.

“Katakanlah dia merampok salah satu properti orang atau tanah orang, mereka mengatakan nanti kita cuci di Mahkamah Agung. Artinya Biarin saja kalah, kalah, kalah, kalah (di pengadilan tingkat bawah), tetapi kelak di Mahkamah Agung akan kita mainkan. Jadi itu terjawab dengan peristiwa yang terjadi di rumahnya saudara ZR itu,” jelas inisiator Tim Advokat Penegak Hukum dan Keadilan (Tampak) itu.

Wawancara BDM dengan Saor Siagian untuk Back to BDM.

Saor menyadari, wajah hukum dan peradilan di Indonesia hari ini memang begitu mengerikan karena dipenuhi praktik “hitam”.

Soal pemutihan kasus di MA, Saor menceritakan bagaimana permainan perkara itu bisa terjadi. Lagi-lagi berdasarkan cerita teman-teman yang pernah mengalaminya, permainan perkara di MA biasanya sudah dimulai sejak awal pemilihan hakim yang akan bertugas. Sama seperti di kasus Ronald Tannur.

“Jadi mereka dari awal itu telah men-setting siapa yang menjadi majelis hakimnya. Bahkan dari awal mereka telah menentukan ini majelis hakim yang sesungguhnya, kadang-kadang mereka cuma pura-pura saja. Bahkan kadang-kadang putusan yang mereka buat itu telah dikonsep, kemudian diberikan kepada majelis hakimnya,” ungkap dia.

Dan yang demikian bukan baru saja terjadi hari ini, melainkan sudah sejak sebelum-sebelumnya.

ZR mengaku uang dan logam mulia yang ditemukan di rumahnya adalah hasil akumulatif selama 10 tahun terakhir ia berkiprah di MA. Namun, Saor tak lantas percaya. Menurutnya, 10 tahun adalah jangka waktu yang asal disebutkan oleh ZR.

“Kalau dia klaim 10 tahun, saya enggak percaya itu 10 tahun. 10 tahun yang dibilang itu adalah spontan saja, tapi barangkali selama dia kerja di Mahkamah Agung tentu dengan level-level (jabatan) dia mungkin dia sebagai staf, kemudian melakukan (makelar sesuai dengan kewenangan) peran staf. Terakhir adalah Ketua Litbang,” sebut Saor.

Saor yang kini menjabat sebagai Komisaris Independen Semen Indonesia itu membayangkan uang dan emas yang merupakan milik ZR itu didapat dari makelar berbagai perkara, bukan hanya perkara hukum eksternal yang didaftarkan ke MA, tapi juga jual-beli promosi jabatan di internal MA itu sendiri.

Karena sudah terbukti terlibat suap dan juga sudah diakui oleh ZR, maka Kejaksaan Agung diharap segera melakukan pelacakan atau tracing dari mana sumber uang itu berasal dan ke mana saja uang-uang itu dialirkan.

“Saya kira tanpa harus kita mengajari ikan berenang, jaksa jago-jago ini kan bisa men-tracing dengan siapa saja dia melakukan komunikasi, di balik itu pasti ada jejak-jejak digitalnya,” kata dia.

Itu penting dilakukan demi keadilan dan wibawa penegakan hukum di Indonesia, demi Jaksa Agung yang tidak dinilai bekerja secara serampangan.

Aliran-aliran dana ini penting untuk ditelusuri sampai tuntas, karena kasus ZR ini terbilang besar. Saor berpandangan Jaksa Agung bisa memimpin penyelidikan, kemudian melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mempercepat proses pengungkapan.

“Mega korupsi yang menurut saya paling serius itu adalah di aparat penegak hukum. Saya masih ada harapan kalau penegak hukum kita benar. Bisnis katakanlah rusak, tapi masih ada harapan untuk hukum itu bisa berjalan dengan baik,” kata advokat berusia 62 tahun tersebut.

Budiman Tanuredjo bersama Saor Siagian.

Apa yang terjadi hari ini, makelar kasus, jual-beli hukum telah merasuk hingga ke benteng pertahanan hukum tertinggi, Mahkamah Agung. Hakim-hakim banyak menerima suap. Jaksa juga tidak jauh berbeda. Jika hal ini terus dilanjutkan, wajah penegakan hukum seperti apa yang akan ditampakkan di Indonesia?

Saor menyebut pernah mengusulkan kepada mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun, untuk mengganti seluruh Hakim Agung yang ada di negara ini demi memberangus DNA-DNA suap di tubuh Mahkamah Agung. Namun, usulannya itu disebut berlebihan oleh sebagian pihak.

Gayus Lumbuun beranggapan mantan Hakim Agung masih bisa mendaftar lagi di proses seleksi selanjutnya. Namun, jika yang bersangkutan pernah tersangkut dengan pelanggaran hukum yang luar biasa maka perlu diselesaikan dulu kasus itu hingga

“Hitungan saya begini, sebenarnya kalau kita lihat kalkulasi, Hakim Agung itu sekitar 36. Saya bilang sama Bang Gayus, Bang kalau Abang mengklaim misalnya, Mas ada Hakim Agung, kita harus hargai, dia tetap diberikan kesempatan untuk melamar kembali. Kalau ini dengan hukum yang luar biasa, tentu saya kira itu bisa dilakukan. Tapi dalam konteks pidana seperti ini, saya kira kapan tempus-nya, dimana locus-nya, kemudian ini di-tracing saja ke mana uang itu lari, siapa saja menerima,” ujar Saor.

“Dan saya kira Jaksa Agung juga tidak lagi setengah-setengah untuk membongkar ini secara tuntas,” pungkasnya.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *