Anggota DPR Muda, Bisa Apa?

“Kehadiran DPR muda dan baru adalah fakta. Namun yang lebih penting adalah bagaimana DPR tidak menjadi tukang stempel pemerintah, melainkan menyuarakan derita rakyat. DPR harus punya compassion terhadap kesulitan rakyat,”

Telah dilantik sejumlah 580 orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Periode 2024-2029 pada Selasa (1/10/2024) di Ruang Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR RI, Jakarta.

Dari ratusan anggota legislatif baru yang dilantik, beberapa di antaranya merupakan politisi muda, bahkan ada yang masih berusia 23 tahun karena lahir pada tahun 2001.

Kalangan muda banyak dinilai sebagai kelompok yang masih minim dalam pengalaman bahkan di masyarakat kita disebut dengan istilah “anak kemarin sore” dan kerap diremehkan jika merujuk pada hal-hal serius. Namun, kalangan muda pula kerap diidentikkan dengan kelompok segar yang masih kuat dalam memegang idealisme.

Lantas, apakah para legislator muda yang telah dilantik bisa membuktikan bahwa mereka sanggup bekerja sebagai wakil rakyat? Apa yang akan mereka perjuangkan dan kerjakan setelah mendapat kursi di Senayan?

Empat orang anggota DPR berusia muda dan pengamat Politik hadir untuk mendiskusikan hal tersebut bersama Budiman Tanuredjo dalam program Satu Meja The Forum Kompas TV (2/10/2024) bertajuk “Legislator Muda Bisa Apa?”.

Pertama, ada Ismail Bachtiar, legislator muda asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sebagai representasi kaum muda di DPR, ia bertekat mendorong isu-isu yang berkaitan dengan kalangan muda di tingkat legislatif.

“Anak-anak muda yang setara, anak-anak muda yang berdaya, anak-anak muda yang mampu berkontribusi untuk bangsa dan negara,” kata Ismail.

Dan dari semua aspek kepemudaan, satu yang paling substantif menurutnya adalah soal pendidikan.

Ia melihat masih banyak orang-orang yang belum mampu menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang tinggi karena keterbatasan ekonomi. Ini sama seperti pengalaman pribadinya yang datang dari keluarga pra sejahtera. Ismail baru berhasil mengenyam bangku kuliah karena mendapat bantuan dari pemerintah berupa Beasiswa Bidik Misi.

“Makanya saya berkeyakinan bahwa saya haqqul yaqin betul secara pribadi Insya Allah bisa memanfaatkan momentum ini, bisa memanfaatkan kesempatan ini dalam rangka memperbaiki keadaan dan memenuhi hajat hidup orang banyak,” terangnya.
Terkait cara yang akan ditempuh, Ismail sendiri masih belum bisa memastikan apakah dengan mengubah undang-undang atau yang lain, mengingat ia baru 2 hari dilantik menjadi anggota DPR.

Sebagai pemuda, Ismail berharap, keberadaan generasi-genarasi baru dapat membuat DPR mengasilkan lebih banyak rancangan undang-undang yang berpihak kepada rakyat, mendorong penggunaan anggaran tepat sasaran, dan mempertajam evaluasi terhadap pemerintah.

Sedikit berbeda dengan Ismail, Rio Dondokambey yang merupakan legislator muda asal PDI Perjuangan menyebut dirinya akan fokus memperjuangkan pemerataan pembangunan hingga ke Indonesia Timur, khususnya Sulawesi Utara, karena Rio mengikuti Pemilu Legislatif sebagai wakil dari wilayah tersebut.

“Kita akan mengarahkan politik anggaran yang tentunya berpihak kepada Indonesia timur, khususnya untuk daerah-daerah perbatasan karena memang Sulawesi Utara ini adalah bagian paling utara dari Indonesia,” sebut Rio yang merupakan putra dari Bendahara Umum DPP PDIP Olly Dondokambey.

Selain itu, ia juga akan fokus pada hal-hal yang lekat kaitannya dengan generasi muda, misalnya soal pendidikan dan lapangan pekerjaan.

Jika nantinya ia ditempatkan di komisi yang tidak berkaitan dengan hal-hal itu, Rio menyebut kerja-kerja untuk kelompok muda akan tetap ia lakukan sebagai kegiatan sosialnya.

Bersama para narasumber: Cindy Monica Salsabila, Ismail Bachtiar, Abraham Sridjaja, Rio Dondokambey, dan Akhmad Khoirul Umam.

Mewakili kelompok perempuan, legislator muda asal Partai Nasdem Cindy Monica Salsabila mengaku telah merancang sebuah program pengaduan untuk perempuan dan anak.

“Kita itu sudah ada rancangan akan membuat program pengaduan perempuan dan anak di mana nanti kita juga sudah siapkan tim hukumnya dan juga tim psikolognya untuk mengawal kasus-kasus tersebut,” kata Cindy.

Selain program pengaduan itu, Cindy yang datang dari latar belakang pengusaha dan pendidikan bidang ekonomi mengaku akan mendorong produk-produk legislatif yang sifatnya pro terhadap UMKM.

Namun, ia sendiri belum tahu apakah bisa melaksanakan program-program tersebut atau tidak, mengingat saat ini belum ditentukan komisi mana yang akan menjadi ladang tugasnya di DPR RI.

Terlepas dari itu, sebagai anggota DPR yang masih muda, Cindy berprinsip harus menjadi seseorang yang accessible dan transparan.

Beralih pada Abraham Sridjaja, politisi Partai Golkar yang berhasil menjadi salah satu legislator muda di DPR periode lima tahun ke depan. Ia yang memiliki latar belakang hukum mengaku ingin ditempatkan di Komisi III yang membidangi soal yang sama: hukum dan keadilan.

Ketika disinggung soal Aksi Kamisan yang selalu digelar di depan Istana Merdeka oleh kelompok yang memperjuangkan keadilan atas pelanggaran HAM masa lalu, Abraham merespons singkat.

“Tentunya kita akan menemui, bukan hanya mereka ya, semuanya pada umumnya,” ujar Abraham.

Melihat semangat dan rencana-rencana para legislator muda tersebut, Pengamat Politik Ahmad Khoirul Umam menyebut hal itu sudah bisa menjadi jawaban awal kepada masyarakat yang selama ini sering bersikap apriori dan bahkan merendahkan kelompok muda.

Jawaban awal, karena jawaban sesungguhnya tentu baru bisa didapat ketika mereka telah bekerja dan diketahui apakah hasil pekerjaan mereka berdampak atau tidak terhadap proses politik dan legislasi ke depannya.

Tantangan Legislator Muda

Melihat keberadaan ada puluhan politisi muda di Senayan, Umam melihatnya sebagai bentuk regenerasi politik yang cukup baik. Mengingat fakta banyaknya anggota DPR yang terus terpilih setiap 5 tahun, sehingga mereka menjadi anggota DPR 5 bahkan 6 periode lamanya.

Mengacu data Litbang Kompas, Umam menerangkan ada sekitar 87 politisi muda yang dilantik beberapa hari lalu, namun 57,5 persen di antaranya adah terkait dengan politik dinasti.

“Ini kemudian memunculkan pertanyaan publik bahwa jangan-jangan apakah ini nanti teman-teman menjadi representasi dari kekuatan rakyat, suara rakyat, ataukah akan tetap menjadi ‘korea-korea’ yang menjalankan apa yang menjadi titah partai dan kepanjangan dari politik dinasti?” tanya Umam.

“Ini yang kemudian perlu dijawab dengan cermat,” lanjutnya.

Para legislator muda yang terkait dengan politik dinasti itu benar-benar harus menunjukkan kualitas dan posisi dirinya ketika berkiprah di DPR nanti. Sebagai pemuda yang masih memiliki banyak energi, gagasan, dan semangat, harus bisa membuktikan kapabilitasnya.
Jika berhasil, maka menurut Umam mereka telah memenangkan pertaruhan gagasan dan pride, sehingga sikap apriori dan underestimate dari publik dengan mudah ditepis.

Sebaliknya, jika ternyata para legislator muda itu hanya menjadi kelanjutan dan kepanjangan tangan dari orangtua atau kerabatnya, maka Umam mencatatnya sebagai sebuah masalah demokrasi yang patut dicari jalan keluarnya.

“Jangan-jangan ini adalah bagian dari produk kepanjangan dari kooptasi kekuatan politik yang sebenarnya itu-itu saja, sehingga kemudian tidak terjadi penyebaran secara merata. Jadi kalau misal kemudian pelembagaan partai politik itu tidak terjadi secara equal, tetapi terprivatisasi di keluarga-keluarga itu saja, ini menjadi sebuah catatan kemunduran demokrasi,” ujar dia.

Beda Legislator Muda dengan Politisi Sebelumnya

Sebagai sosok baru dan segar, para politisi muda dibebani ekspektasi bahwa mereka tidak akan berperilaku atau memiliki pola pikir yang sama dengan pada seniornya. Mereka diharapkan dapat membawa corak baru yang lebih menarik dan berkualitas, sehingga citra DPR bisa berubah menjadi lebih baik.

Abraham menyebut ini sebagai tantangan tersendiri bagi mereka kelompok legislator muda. Inilah tugas yang harus mereka lakukan, membuktikan diri tidak ingin menjadi anggota DPR seperti yang sudah-sudah.

Misalnya terkait kritik terhadap DPR dianggap biasa melakukan pembahasan RUU dalam waktu singkat dan diam-diam.

“Di DPR ini kan sifatnya kolektif kolegial, kita enggak bisa berdiri sendiri. Tapi paling tidak yang kita bisa lakukan di era yang sekarang dengan banyaknya anak muda yang masuk dan itu tanggung jawab kita, paling enggak kita bisa menginformasikan kepada publik, paling enggak kita bisa minta partisipasi publik salah satunya juga dengan menemui orang-orang yang ada demo di DPR,” jelas Abraham.

Akhmad Khoirul Umam berpesan pada para legislator muda agar mereka bisa menunjukkan contrasting image dengan para seniornya. Bisa dalam hal komitmen moral, integritas, sikap kritis terhadap kebijakan, dan sebagainya.

“Kalau misal bisa menemukan titik beda itu saya pikir itu akan menjadi sebuah warna yang jauh lebih menghadirkan harapan ya. Tetapi kalau misal tidak, tentu ini akan menjadi sebuah catatan panjang bagi kelangsungan demokrasi ke depan,” ungkap Umam.

Salah satu contohnya adalah dalam hal menerapkan konsep meaningful participation dalam perumusan undang-undang.

Umam berharap para anggota dewan generasi muda ini bisa mendatangi simpul-simpul kekuatan seperti pemangku kepentingan, lembaga nonprofit, atau akademisi juga peneliti  sebelum mengesahkan aturan baru. Simpul-simpul itu memiliki spektrum yang sangat luas dan kaya, sehingga diharapkan aturan yang dibentuk pun akan tepat guna.

“Kalau misal kemudian itu bisa dilakukan, maka pengambilan keputusan publik, kebijakan publik, bisa dilakukan secara meaningful. Tapi kalau misal tidak, ya itu hanya kongkalikong dari para kekuatan elit dan tidak akan jauh berbeda dengan apa yang terjadi selama ini,” jelas dia.

Untuk bisa mencapai itu, Umam berpandangan harus ada perbaikan struktural secara kelembagaan. DPR harus memiliki fungsi pengawasan yang baik dan memadai. Selanjutnya, dari konteks internal anggotanya, tiap individu harus memiliki komitmen personal.

“Komitmen individu menjadi sebuah pertaruhan. Ini bukan hanya membuktikan kepada lingkungan sekitar, tetapi juga kepada publik, apakah memang Anda layak untuk diletakkan pada posisi yang sebegitu strategis menjadi wakil rakyat? Ataukah justru menjadi etalase yang sebenarnya bagian dari kelanjutan dari catatan-catatan kurang progresif dalam konteks kepimpimpinan nasional?” Pungkas Umam.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *