“...ada adigium dalam bahasa Latin verba docent exempla trahunt, kata-kata itu mengajar, menjelaskan, membuat orang mengerti. Tetapi yang menarik itu bukan kata-kata, yang menarik itu teladan…,”
Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia selama 3-6 September 2024 dalam rangkaian Perjalanan Apostoliknya mengundang banyak atensi masyarakat, baik umat Katolik maupun nonkatolik. Perhatian tercurah kepada Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Sedunia itu bukan hanya karena ini merupakan kunjungan pertama Paus ke Indonesia setelah Paus Paulus Yohanes II pada 1989, tapi juga karena kesederhanaan yang ia tunjukkan.
Kesederhanaan itu begitu nampak dari pilihan transportasi dan akomodasi Paus selama menjalankan lawatan di Indonesia, mulai dari terbang menggunakan pesawat komersil, menggunakan mobil biasa sebagaimana banyak digunakan masyarakat, duduk di bagian depan di samping pengemudi, membuka kaca jendela selama di perjalanan, dan memilih menginap di Kedutaan Besar Vatikan alih-alih memilih hotel mewah yang mudah dijumpai di Jakarta.
Semua kesahajaan Paus itu begitu dikagumi oleh masyarakat Indonesia yang akhir-akhir ini sedang dibuat geram atas kemewahan gaya hidup yang dipertontonkan para petinggi negara ataupun keluarganya.
Dalam Satu Meja The Forum Kompas TV (4/9/2024), Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Romo Simon Lili Cahyadi menjelaskan kesederhanaan itu merupakan sikap asli seorang Paus Fransiskus. Ia adalah teladan dari kesederhanaan.
“Ada adigium dalam bahasa Latin verba docent exempla trahunt, kata-kata itu mengajar, menjelaskan, membuat orang mengerti. Tetapi yang menarik itu bukan kata-kata, yang menarik itu teladan. Nah bagi saya Paus itu memberikan penghayatan yang nyata. Saya kira yang membuat banyak orang Indonesia kagum terhadap Paus ini bahwa dia hidup sederhana sekali, tidak flexing seakan-akan harus dipamerin semuanya kan, termasuk pamer relasi, kemudian pamer barang-barang,” jelas Romo Simon.
Jalan hidup bersahaja yang ditampilkan Paus Fransiskus bahkan sudah dilakukan sejak dirinya belum ditunjuk menjadi Paus. Pemikir Kebinekaan Sukidi Mulyadi menyebut, pria bernama asli Jorge Mario Bergoglio itu sudah menjalani hidup secara sederhana dengan tinggal di apartemen dan tidak memiliki supir pridadi, sebagai representasi keberpihakannya terhadap kaum miskin.
“Figur Paus Fransiskus saya melihat mata air keteladanan yang itu ditunjukkan dalam laku kehidupan yang sederhana. Kesederhanaan Paus Fransiskus itu adalah kesederhanaan yang otentik yang tidak dipakai sebagai instrumen untuk menipu daya rakyat. Kesederhanaan yang ia tampilkan adalah cermin dari rakyat yang ia asuh, rakyat miskin yang perlu suatu hal yang membuat mereka teduh untuk hidup bersama Paus itu sendiri,” ungkap Sukidi.
Gaya hidup sederhana Paus ini disebut merepresentasikan orang miskin di zaman Yesus yang dianggap tidak dikasihi Allah, namun justru Yesus menyatakan sebaliknya, orang miskin lah yang dikasihani oleh Allah. Inilah yang ditunjukkan oleh Paus, gaya hidup sederhana sebagai wujud ia ada di pihak masyarakat tak berpunya.
Tauladan hidup sederhana yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin disebut Ekonom dari Universitas Indonesia Teguh Dartanto sebagai contoh atau pelajaran terbaik yang penting untuk mengentaskan kemiskinan dan menghapus ketimpangan sosial di masyarakat.
“Menurut saya yang diajarkan oleh Paus adalah kesederhanaan. Ini mendorong kita yang berpunya ini rasa empati dan sebenarnya dengan kesederhanaan Paus itu tidak mengurangi nilai Paus itu sendiri,” kata Teguh.
Baginya, sosok pemimpin yang hidup dalam kemewahan dan gemar memamerkannya namun tidak meenunjukkan sisi kerja keras sebagai seorang pembesar justru akan menghasilkan imajinasi tersendiri di kalangan masyarakat miskin.
“Yang terjadi, masyarakat miskin ini imajinasinya adalah misalnya nanti ‘oh saya harus seperti itu. Nanti yang ditemu adalah cara-cara instan. Nanti ada judi online lah, ada pinjaman online lah’,” sebut dia.
Sementara itu, Tirta Sutedjo selaku Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Bappenas menyebut keberpihakan Paus kepada masyarakat miskin menjadi pengingat bagi Pemerintah, khususnya Bappenas, bahwa masyarakat miskin bukan hanya menjadi objek pembangunan, tapi juga subjek.
Dengan menjadi subjek pembangunan, masyarakat miskin bisa turut berkontribusi dan berpartisipasi dalam pembangunan itu sendiri. Hasilnya, pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah bisa tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan. Sehingga, dampak pembangunan bisa dirasakan oleh seluruh kelompok masyarakat, termasuk kelompok miskin.
“Bagi kami, kehadiran Paus ini sangat relevan dan juga memberikan dorongan positif bagi pemerintah khususnya kami di Bappenas untuk mengoptimalkan semua program yang ada dan juga pengingat bahwa masyarakat miskin ini bukan hanya sebagai objek dari pembangunan tapi sekarang kita berubah paradigmanya menempatkan masyarakat khususnya masyarakat miskin sebagai subjek,” kata Tirta.
Pesan dan Teladan Paus
Dalam lawatannya ke Indonesia, Paus Fransiskus memberikan sejumlah pesan kebaikan dalam pidato-pidatonya. Mulai dari menjaga kerukunan dengan sesama, persaudaraan, menjaga alam, menghapus ketimpangan dan kemiskinan, hingga meminta agar penguasa tidak menuntut keseragaman demi menghindari timbulnya ketegangan.
Bagi Romo Simon, ada tiga pesan utama yang dibawa Paus, semua terkait dengan persaudaraan. Pertama adalah persaudaraan dengan orang miskin.
“Jadi bahagia bahwa kita itu mempunyai Allah, mempunyai Tuhan. Artinya berdasarkan keyakinan religius bukan harta yang paling penting yang bisa di-flexing-kan, tetapi kesederhanaan hidup. Jadi ini yang pertama yang kelihatan dalam persaudaraan kesetaran setiap orang,” ungkap Romo Simon.
Pesan perrsaudaraan yang kedua adalah persaudaraan dengan kaum muslimin, ditunjukkan dengan kunjungan Paus ke Masjid Istiqlal. Ini sebagaimana dilakukan oleh Fransiskus Assisi dari Italia di abad ke-8 yang berani mendekati Sultan Malik Alkarim dalam konteks Perang Salib.
Persaudaraan yang ketiga adalah persaudaraan dengan lingkungan, bagaimana kita menghargai setiap makhluk-makhluk ciptaan Tuhan, apakah itu sesama manusia, tumbuhan, hewan, bahkan benda-benda mati seperti matahari, bulan, dan seisi jagat raya ini.
Sementara dari pandangan Sukidi, keteladanan yang ditinggalkan Paus Fransiskus ada beberapa. Pertama, teladan dari segi agama. Agama harus membebaskan rakyat miskin dari belenggu kemiskinan itu.
“Paus Fransiskus memberikan keteladanan untuk bersama orang miskin, membebaskan mereka dari kemiskinan, dan sekaligus selalu berjuang untuk orang miskin,” ujar Sukidi.
Teladan kedua adalah bahwa pemegang kekuasaan atau jabatan publik hendaknya bekerja semata-mata untuk kebaikan bersama, bukan untuk keuntungan pribadi apalagi keluarga.
“Ini mengingatkan saya pada pidato Bung Kano pada 1 Juni 1945, ‘saudara-saudara, apakah kita hendak mendirikan negara Indonesia merdeka di mana kaum kapital merajalela? Atau kita hendak mendidikan negara Indonesia di mana rakyat sejahtera?’, rakyat sejahtera secara bersama itu adalah pesan pendiri Republik ini dan ini selaras dengan pesan Paus Fransiskus tentang coprosperity tentang kesejahteraan bersama yang harus dinikmati secara setara oleh seluruh umat di dunia,” jelas Sukidi.
Oleh karena itu, penting bagi Sukidi bagaimana sikap keagamaan harus dikorelasikan dengan sikap kenegaraan. Agama dan negara adalah kesatuan yang tidak terpisahkan.
“Itulah pesan yang harus selalu kita ingat bahwa menjadi seorang Katolik berarti peduli pada Tanah Air, menjadi seorang Muslim berarti peduli pada Tanah Air, menjadi seorang Buddhis berarti peduli pada Tanah Air,” kata dia.
Namun, pesan-pesan dan keteladanan-keteladanan itu biasanya hanya menggema saat disampaikan atau sesaat setelah itu. Padahal, jika pesan itu benar-benar bisa dipahami dan dilakukan, manfaatnya akan terasa bagi semua pihak. Sukidi menyebut untuk menjaga pesan dan keteladanan Paus itu tetap hidup dan terealisasi adalah tanggung jawab bersama.
“Ini tanggung jawab bersama untuk mewartakan mata air keteladanan dari Paus Fransiskus kepada semuanya,” kata Sukidi.
Dialog selengkapnya bisa Anda simak melalui video di bawah ini:
Leave a Reply