Andrinof Chaniago Soal IKN: Legasi Jokowi dan Tak Akan Mangkrak

“…Pak Jokowi harus kita apresiasi sebagai pemimpin kebijakan yang benar mengambil langkah: ada wacana, disuruh kaji, kemudian kaji lagi, lalu dilihat opsi skenario, lalu putusan. Sudah sampai di situ bahkan sampai undang-undang itu sudah luar biasa, sudah legasi besar, enggak usah lagi harus ditongkrongin sampai pindah benaran, sudah cukup dicatat oleh sejarah itu,”

Dalam siniar Back to BDM yang tayang pada Jumat (30/8/2024) di kanal YouTube Budiman Tanuredjo, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Chaniago berbicara banyak mengenai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), ibu kota baru untuk Indonesia yang berlokasi di Penajem Paser Utara, Kalimantan Timur.

Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan sebenarnya sudah digagas sejak lama, bahkan sejak masa Presiden Soekarno sekitar tahun 50-an akhir.

Setelah lama diwacanakan, pemindahan ibu kota ini akhirnya benar-benar direalisasikan di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Andrinof menyebut jika pembangunan IKN ini secara tidak langsung terdapat dalam nawacita program pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, yakni program pembangunan, meski pemindahan ibu kota ini tidak secara eksplisit disebutkan dalam diskusi Tim 11 di masa transisi 2014.

“Memang enggak ada, tetapi kan implisit dengan kita mencita-citakan membangun dari pinggir, dari luar Jawa, dari timur, itu perlu proyek strategis. Proyek strategis ini ada masalah juga kalau dieksplisitkan. Apalagi yang namanya membangun kota baru, itu akan memunculkan spekulasi yang merusak,” kata Andrinof.

Spekulasi merusak yang dimaksud adalah ketika pemindahan ibu kota sudah berulang kali diwacanakan akan pindah ke Kalimantan, maka berulang kali pula harga tanah dan harga sewa ruko di kota-kota besar sekitarnya mengalami peningkatan. Tapi ternyata, ibu kota belum juga dipindahkan. Untuk itu, kajian-kajian pemindahan ibu kota diputuskan untuk dilakukan secara diam-diam.

IKN masih on the track, hanya saja…

Setelah proyek IKN dimulai beberapa waktu yang lalu, hingga kini Andrinof menyebut progres pembangunannya masih sesuai dengan rencana. Belum terlalu ada banyak masalah. Hal itu lantaran sejauh ini prosesnya masih di tahap pembangunan fisik.

Meski demikian, ia menyebut ada beberapa masalah dalam hal lainnya terkait pengembangan IKN. Ia menyebutnya sebagai hal yang menyimpang.

“Yang jadi masalah dilihat dari wacana-wacana dan aksi-aksi yang dilakukan oleh Presiden dan orang-orang tertentu yang ditugaskan untuk mencari investor ke mana-mana, sibuk cari investor, bahkan keluar rencana-rencana kebijakan seperti menyewakan sampai 190 tahun, kemudian mengundang calon pembeli properti dari Singapura, dari Hongkong, itu menyimpang,” sebut Andrinof.

Ia menyebut, misi pembangunan IKN semata-mata fokus pada membangun kota publik yang akan digunakan sebagai pusat pemerintahan. Satu kota baru yang memiliki ciri-ciri hijau, cerdas, dan ramah lingkungan, bukan kota bisnis yang padat dengan investasi. Jika pun ada kawasan bisnis di wilayah IKN, maka bisnis itu adalah bisnis properti yang misinya adalah untuk menggerakkan pertumbuhan di titik-titik lain di Kalimantan dan Indonesia Timur.

Jadi tahap pembangunan fisik IKN semua masih sesuai rencana, tidak ada hal yang di luar itu. Satu-satunya penyimpangan yang dilihat Andrinof adalah soal rencana mengisi IKN menjadi kawasan bisnis dan ninvestasi.

“Kalau desain sebagai kota hijau, kota smart itu ya sejalan sih,” sebut akademisi kelahiran Padang, 3 November 1962 itu.

Jakarta Setelah Tak Jadi Ibu Kota

Sebagai salah satu orang yang terlibat dalam proyek strategis nasional pemindahan ibu kota negara, Andrinof Chaniago menjelaskan ada rencana tertentu untuk Jakarta. Dengan berpindahnya ibu kota, maka penataan Jakarta akan lebih mudah.

Selama ini, Jakarta dikepung oleh kota-kota penyangga dengan penduduknya yang padat yang secara langsung maupun tidak- memberikan berbagai dampak buruk untuk Jakarta itu sendiri. Misalnya masalah sampah, banjir, macet, polusi, dan sebagainya.

“Kita kasih data-data, kan pertumbuhan penduduk Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi itu kan tiga setengah kali lipat pertumbuhan nasional. Penduduk-penduduknya itulah yang mengepung Jakarta yang mengirim masalah ke Jakarta,” jelas Andrinof.

Andrinof Chaniago memberikan dua buku karyanya kepada BDM.

Misalnya soal polusi, polusi salah satunya diakibatkan oleh buangan emisi asap kendaraan masyarakat yang beraktivitas sehari-hari banyak menggunakan kendaraan pribadi. Kendaraan pribadi menjadi pilihan masyarakat pada umumnya, karena menurut Andrinof Jakarta masih memiliki tata ruang yang buruk. Tambahan sarana dan prasarana transportasi publik tidak mampu mengejar kebutuhan yang begitu tinggi.

Oleh karena itu, dengan pindahnya ibu kota ke Nusantara akan membantu mengurangi tekanan yang selama ini ditanggung Jakarta.

Masalah lain yang selama ini dihadapi penduduk Jakarta adalah banyaknya korban meninggal atau cacat akibat kecelakaan lalu lintas pada musim mudik. Jakarta memang kota yang banyak dituju oleh masyarakat provinsi lainnya di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa untuk bekerja dan mencari penghidupan. Misalnya masyarakat pinggiran Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

“Di arus mudik, 1000 orang tiap tahun meninggal di aspal. Belum lagi yang cacat hampir sekitar 3.000 setiap tahun,” papar pengamat kebijakan publik itu.

Ini diakibatkan oleh pola migrasi penduduk dari seluruh Indonesia yang terpusat di Jakarta. Apabila pola migrasi ini bisa diubah, maka angka kecelakaan dan korban kecelakaan lalu lintas arus mudik bisa dikurangi. Jika konsentrasi penduduk bisa dipecah, tak hanya di Jakarta, tapi juga ada IKN, dan mungkin kota-kota lainnya, maka pergerakan orang mudik bisa tersebar. Misalnya melalui Banyuwangi, Surabaya, Semarang, Jepara, dan Cirebon.

“Itu kan lebih merata, enggak lagi memunculkan masalah musiman itu. Di samping tekanan yang berkurang terhadap Jakarta sehingga bisa lebih mudah menggunakan uang (APBD), sekarang Rp85 triliun anggaran pertahun itu besar sebetulnya, tapi itu tidak mampu untuk mengatasi kemacetan, kekumuhan, banjir, polusi, dan kekurangan cadangan air,” jelas mantanWakil Komisaris Utama Bank Mandiri itu.

IKN Tak Akan Mangkrak

Pembangunan IKN disebut menghabiskan begitu banyak anggaran negara, utang luar negeri pun terus merangkak naik. Tak sedikit yang menyebut IKN adalah proyek ambisius pribadi Presiden Jokowi, sehingga banyak yang menduga mega proyek ini akan berakhir mangkrak jika Jokowi tak lagi menjabat sebagai Presiden.

Menanggapi asumsi itu, Andrinof meyakinkan IKN tak akan mangkrak sebagaimana proyek nasional sebelumnya yang berakhir mangkrak, karena digerogoti kasus korupsi. Kalau melambat, mungkin. Tapi kalau mangkrak, tidak.

“Kalau diasosiasikan dengan kasus Hambalang (IKN) itu beda kecuali kalau ditemukan kasus korupsi, penyalahgunaan. Tapi sejauh itu tidak ditemukan dan saya enggak lihat tanda-tanda itu, karena memang dalam proses perencanaan di masa Pak Jokowi ini kalau untuk proyek seperti itu langsung dari awal melibatkan BPKP, Kejaksaan, Kepolisian, dan segala macam. Dan saya yakin hal itu kecil kemungkinan terjadi,” jelas Andrinof yang juga orang dekat Jokowi sejak 2014

Jika pun di era kepemimpinan Prabowo pembangunan IKN tak lagi menjadi prioritas, sehingga melambat, ia mengatakan hal itu tidak menjadi masalah, terlebih jika alasannya adalah untuk memastikan kualitas.

Jika ada yang khawatir dengan tidak adanya anggaran untuk melanjutkan IKN, Andrinof yakin tim sudah memperhitungkannya dan semua masih cukup.

“Kalau soal anggaran perkiraan saya enggak ada masalah. Dari sisi anggaran cukup dialokasikan Rp30 triliun untuk meneruskan pembangunan kawasan inti pemerintahan itu progresnya selama 5 tahun. Itu Rp30 triliun dari Rp3.500 triliun enggak sampai 1 persen dari APBN kita, jadi enggak ada masalah sebetulnya secara anggaran, asal ya jangan terlalu dikejar,” jelas dia.

IKN Legasi Jokowi

Untuk benar-benar bisa pindah ibu kota dari Jakarta ke IKN diperlukan Keputusan Presiden (Kepres). Kepres ini bisa dibuat oleh Jokowi, Prabowo, atau presiden selanjutnya. Semua tergantung pada kesiapan IKN itu sendiri untuk benar-benar bisa menjadi kofa pemerintahan.

Tentu untuk memindahkan ibu kota negara, apalagi ke sebuah kota yang baru dibangun, butuh waktu yang cukup lama dan itu tidak bisa dipaksakan harus tuntas di masa pemerintahan Jokowi.

“Enggak apa (kepres dikeluarkan bukan di masa Jokowi), diambil keputusan itu yang realistis yang rasional. Kepres dikeluarkan ketika memang sudah nampak kesiapan kota itu beroperasi sebagai pusat pelayanan pemerintahan, jadi enggak harus dipaksa kalau sekarang bangunan-bangunan Menko saja belum selesai, rumah ASN belum selesai, ya tunggu,” jelas Andrinof.

Ia mencontohkan, apabila kantor-kantor kementerian koordinator sudah terbangun, hunian untuk seluruh ASN rampung, maka boleh kepres dikeluarkan. Tapi jika belum siap dan sudah buru-buru menerbitkan kepres, yang ada justru kekacauan. Oleh karena itu tidak usah memaksakan Jokowi untuk bisa menerbitkan kepres soal pemindahan ibu kota.

Apa yang dilakukan Jokowi terkait pemindahan ibu kota sejauh ini sudah menjadi legasi besarnya, tak perlu dipaksakan hingga benar-benar IKN rampung dikerjakan dan ibu kota benar-benar pindah untuk mengakui IKN adalah legasi Jokowi.

“Pak Jokowi sudah memberikan legasi yang luar biasa dengan berani mengambil keputusan memindahkan ibu kota, enggak usah dilebih-lebihkan lagi, enggak usah diperbesar lagi, itu sudah sangat luar biasa,” kata dosen FISIP UI itu.

Andrinof Chaniago dalam podcast Back to BDM.

Ia menyebut, wacana pemindahan ibu kota sudah mulai terdengar sejak masa pemerintahan SBY, setiap tahunnya selalu disuarakan soal pemindahan ini. Namun selama 10 tahun pemerintahannya tidak ada kajian terkait yang dilakukan. Padahal mengkaji wacana publik adalah respons wajib yang mestinya dilakukan oleh pemerintah.

Sementara di era Jokowi, setelah adanya masukan-masukan, Presiden pergi ke Palangkaraya dan menjelaskan pada tokoh-tokoh setempat bahwa akan dilakukan kajian terlebih dahulu sebelum ibu kota benar-benar dipindahkan. Keluarlah perintah resmi ke Bappenas pada tahun 2016.

“Proses ini suatu yang bagus dan Pak Jokowi harus kita apresiasi sebagai pemimpin kebijakan yang benar mengambil langkah ada wacana, disuruh kaji, kemudian kaji lagi, lalu dilihat opsi skenario, lalu putusan. Sampai di situ sudah keputusan memindahkan bahkan sampai undang-undang itu sudah luar biasa, sudah legasi besar. Enggak usah lagi harus ditongkrongin sampai pindah benaran, sudah cukup dicatat oleh sejarah itu,” ungkap Andrinof.

Untuk tahap-tahap awal pindah ibu kota, Andrinof menyebut perlu dilakukan secara bertahap. Tidak mungkin semua lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga pindah dari Jakarta ke IKN dalam satu waktu secara bersamaan.

Misalnya, untuk tahap pertama adalah pindahnya kantor-kantor kementerian yang relevan, seperti Kemenko, KemenPUPR, KLHK, KKP, dan sebagainya. Setelah itu baru dilanjutkan ke kementerjan/badan lainnya sesuai dengan kesiapan dan kebutuhan.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *